Rabu, 04 Mei 2011

Fenomena Bunuh Diri Pada Remaja - PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

  1. Latar Belakang

Fenomena bunuh diri berkembang luar biasa. Korbannya melebihi korban perang atau bencana di manapun di dunia. Hari Kesehatan Jiwa Sedunia mencoba menyuarakan kewaspadaan pada gangguan mental dan risiko bunuh diri.
Ada baiknya pemerintah dan kita semua lebih perhatian pada masyarakat Gunung Kidul, sebuah kabupaten yang berada di selatan Yogyakarta. Bukan karena bencana gempa atau musim kemarau, di mana daerah ini memang menjadi langganan kekeringan, namun  fakta yang disodorkan WHO tentang Gunung Kidul yang cukup mengejutkan. Ternyata, Gunung Kidul mnduduki peringkat pertama dalam hal angka bunuh diri dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Angkanya sekiutar 9 kasus per 100.000 penduduk. Angka ini bahkan lebih tinggi dari Jakarta yang katanya hanya 1,2-1,6 kasus per 100.000 penduduk. Ada apa di Gunung Kidul? Tidak ada salahnya dilakukan penelitian lebih dalam tentang hal ini.
            Persolan bunuh diri menjadi tema kampanye Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (World Mental Health Day) 2006. Tahun ini temanya adalah “Building awarness-Reducing Risk: Mental Illness and Suicide”. Kenapa suicide, bunuh diri, menjadi perhatian utama? Sepertinya alasannya sudah terpampang jelas di depan mata, yakni angka kematian akibat bunuh diri yang meningkat tajam dalam tahun-tahun terakhir.

WHO memperkirakan terdapat 1 juta kematian setiap tahun akibat bunuh diri. Angka ini jauh melebihi jumlah kematian akibat perang atau bencana. Badan kesehatan dunia juga menyatakan bunuh diri sebagai penyebab kematian terbesar ketiga pada kelompok usia 15-35 tahun (lihat boks; Fakta dan Data Bunuh Diri).

Bunuh diri, menurut Dr Suryo Darmono SpKJ, dari Bagian Psikiatri FKUI/RSCM, adalah kematian yang diperbuat oleh korban sendiri secara sengaja. ”Bunuh diri merupakan masalah yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari biologis, psikologis, dan sosio kultural. Jadi bunuh diri tidak pernah disebabkan oleh alasan tunggal,” papar Suryo.

Namun berbagai penelitian menunjukkan, lebih dari 90% kasus bunuh diri mempunyai latar belakang gangguan jiwa. Depresi merupakan diagnosis tersering yang ditegakkan pada kasus bunuh diri. Lebih dari 60% di antaranya mengalami gangguan depresi saat melakukan bunuh diri. Gangguan jiwa lain yang seringkali menyertai perilaku bunuh diri adalah penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif, skizofrenia, gangguan mental organik (epilepsi), dan gangguan kepribadian berciri impulsif-agresif (antisosial, ambang).

Di Inggris, 50% kasus bunuh diri terjadi pada pasien psikiatris dengan diagnosa awal. Pada mereka yang mengalami gangguan mood (mood disorder) akan memiliki risiko seumur hidup melakukan bunuh diri sebesar 6-15%, dan pada penderita skizofrenia mencapai 4-10%.

Gangguan Bipolar, atau dulu disebut manik depresion, juga salah satu jenis gangguan niwa yang melahirkan risiko tinggi bunuh diri. Menurut Prof. Dr. Sasanto Wibisono SpKJ(K) dari Divisi Psikiatri FKUI/RCSM di kesempatan terpisah, sepertiga penderita gangguan bipolar mencoba bunuh diri dan 10-20% berhasil. Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa dengan morbiditas dan mortalitas tinggi

Fakta yang lebih dahsyat dari gangguan jiwa tidak hanya fenomena bunuh diri. Yang lebih penting lagi adalah kerugian ekonomi yang timbul akibat penyakit gangguan kesehatan jiwa. Di Amerika Serikat, menurut laporan Depression and Bipolar Support Alliance (DBSA), depresi menimpa 19 juta penduduk dan menghabiskan beban biaya tak kurang dari 83 miliar dolar setiap tahun. Di Indonesia, seperti dipaparkan Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Dr Pandu Setiawan, SpKJ, kerugian ekonomi akibat penyakit jiwa mencapai 32 trilliun per tahun.

"Selama ini gangguan kesehatan jiwa relatif terabaikan, padahal penurunan produktifitas akibat gangguan kesehatan jiwa terbukti berdampak nyata pada perekonomian," kata Pandu. Psikiater yang menjabat sebagai Presiden Federasi Psikiatri ASEAN itu juga menjelaskan hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang menunjukkan 8,1 persen hari-hari produktif yang hilang akibat beban penyakit disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.

Angka itu, kata dia, lebih besar dibandingkan hari-hari produktif yang hilang akibat penyakit tuberculosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen) dan malaria (2,6 persen). Di Indonesia, jumlah penderita masalah kesehatan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut hasil penelitian terkini di Tanah Air, satu hingga tiga orang per mil mengalami gangguan jiwa berat (psikosis). Sedangkan 20-40 orang per mil mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan atau neurosis.

Treatable and preventable.
Meski menyeramkan, sebenarnya gangguan jiwa bisa disembuhkan dan tindakan bunuh diri bisa dicegah. Setiap individu mulai dari anggota keluarga, dokter, pendidik, pertugas medik, teman dan kerabat, memiliki peran dalam mengenali dan melakukan intervensi awal terhadap mereka yang mengidap gangguan jiwa, yang mungkin saja sedang dalam risiko tinggi melakukan bunuh diri.

Tidak terlalu sulit mengenali risiko ini karena hasil audit nasional di Inggris menemukan bahwa 25% dari mereka yang meninggal akibat bunuh diri telah melakukan kontak. Sebagian besar kasus (45-70%) memperlihatkan tanda dan gejala depresi sebelum melakukan bunuh diri. ”Sebagian dari mereka mengeluh pada keluarga, teman dekat, atau pada dokter dan sebagian lagi pernah mengungkapkan niatnya untuk mengakhiri hidup,” ujar Suryo

Maka bila melihat salah satu anggota keluarga mulai menunjukkan perubahan perilaku seperti menarik diri, memperlihatkan gejala gangguan jiwa (depresi, penyalahgunaan obat atau skizofrenia), perubahan pola tidur/makan atau berulangkali menyebutkan percobaan bunuh diri, perlu dipikirkan kemungkinan bunuh diri. Perlu dilakukan pendampingan terus menerus dan menari upaya pengobatan. Apalagi jika yang bersangkutan baru saja mengalami peristiwa tidak menyenangkan seperti kehilangan pasangan hidup atau oang terdekat, menderita penyakit kronis, dan ada riwayat pernah mencoba melakukan tindakan bunuh diri.

Obat-obatan dapat menolong untuk mengontrol gejala-gejala gangguan mental. Untuk depresi biasanya diberikan obat antidepresan. Bermula dari penemuan antidepresan golongan tricyclic atau TCA yang benyak memiliki efek samping dan kekurangan hingga akhirnya ditemukan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor). SSRI menghambat reuptake seretonin secara selektif. Namun obat ini juga masih memiliki banyak kekurangan karena hanya bekerja di salah satu titik hambatan dan tidak menghambat reuptake nor epinefrin.

Pengobatan tunggal saja tidak cukup untuk mengobati gangguan mental dan tendensi bunuh diri. Efek obat tunggal biasanya tidak mampu mengatasi kekambuhan atau relaps dan reccurent. Hal ini berakibat pada gejala sisa depresi dengan manifestasi bermacam-macam. Ditemukannya obat antidepresan golongan SNRI (Serotonin Nor epinefrin Reuptake Inhibitor) bisa jadi menjadi harapan. Obat ini dirancang mampu menghambat sekaligus reuptake serotonin dan juga nor epinefrin. SNRI juga memiliki keuntungan lain yakni mulai kerja obat yang cepat, tingkat remisi yang tinggi, mampu mencegah kekambuhan dan kejadian berulang. Jadi bila semua aware, tak perlu lagi ada kematian sia-sia di dunia..


  1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri (dalam bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan.
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.
Betapapun kebudayaan dan pola pikir manusia, memberikan berbagai alasan dan definisi maksud yang berbeda-beda tentang bunuh diri ini. Namun, tetap saja pada intinya adalah "keputus-asaan".
Sebab orang yang tidak berputus asa dan bersedia tetap menjalani kehidupan seberat dan seburuk apapun, maka ia tidak akan pernah melakukan kegiatan bunuh diri ini. Sebab ia sadar, bahwa hidup ini memang penuh cobaan-cobaan berat dan pahit, jadi bunuh diri baginya hanyalah tindakan sia-sia dan pengecut. Sebab masih banyak hal-hal yang bisa dilakukan dalam hidup ini, dan segala sesuatu pastilah ada batasnya. Sebab betapapun beratnya persoalan, tetap saja ia memiliki batas akhir (penyelesaian), walaupun permasalahan itu harus selesai oleh waktu, tapi ia selesai juga.
Dalam pandangan islam hal ini adalah perbuatan yang sangat keji, dan termasuk dosa yang sangat besar. Dimana, kegiatan bunuh diri ini adalah kegiatan manusia-manusia pengecut/pecundang hidup (looser), sebab kekalahan memang sudah mutlak menjadi milik mereka jika mereka membunuh dirinya sendiri.

  1. Motif bunuh diri
Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab tindakan yang disebut motif.
Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Sejumlah faktor yang mendorong bunuh diri pada remaja antara lain ;
(1)     Depresi berskala tinggi
(2)     Penyalahgunaan narkoba
(3)     Kehampaan dukungan orangtua
(4)     Konflik hubungan
(5)     Penyakit kejiwaan
(6)     Gagal di sekolah
(7)     Kehilangan orang tercinta dalam hidupnya
(8)     Pengangguran (tidak sekolah, tidak kerja, tidak punya aktivitas apa-apa)
(9)     Perfeksionis yang tidak rasional

  1. Teori Bunuh Diri Durkheim
Ada banyak teori tentang bunuh diri. Salah satunya yang kerap menjadi acuan adalah yang diajukan oleh Durkheim, sang sosiolog Prancis. Durkheim (Suicide, 1897) mengelompokkan fenomena bunuh diri menjadi empat tipe.
1. Bunuh diri Egoistik
Bunuh diri Egoistik dapat kita temui ketika individu dalam suatu masyarakat tidak dapat terintegrasikan oleh kelompoknya, maka individu tersebut merasa tidak dibutuhkan atau ditiadakan sehingga mendorong individu tersebut melakukan bunuh diri.
2. Bunuh diri Anomik
Bunuh diri Anomik dapat terjadi ketika keadaan suatu kelompok masyarakat dalam keadaan keguncangan dan di dalamnya tidak terdapat suatu Nilai atau Norma yang dapat digunakan sebagai pedoman, di sini individu akan meraskan kebingungan sehingga mendorongnya untuk melakukan tindakan bunuh diri.
3. Bunuh diri Altruistik
Bunuh diri Altruistik, bunuh diri tipe ini disebabkan oleh adanya ikatan sosial yang sangat kuat. Seperti halnya adanya ikatan dalam sebuah sekte tertentu.
4. Bunuh Fatalistik
Bunuh diri Fatalistik, terjadi karena tekanan besar oleh kelompok lain. misalnya karena tekanan seorang majikan terhadap pembantunya. Sehingga terjadi bunuh diri.
Teori lain mengenai bunuh diri adalah bunuh diri absurditas, bunuh diri eksistensialis, bunuh diri karena patologis, bunuh diri romantis dan bunuh diri heroik. namun apapun teori yang digunakan, para psikolog dan sosiolog tetap merasa tidak mudah membuka tabir misteri tentang bunuh diri. secara psikologis, dipahami bahwa peilaku bunuh diri sebenarnya adalah sebuah kepanikan atau letupan sesaat sebuah dorongan yang muncul tiba-tiba. merujuk pada beberapa contoh kasus bunuh diri, tampaknya peristiwa bunuh diri pada remaja dan anak-anak sering berhubungan dengan stesor yang terjadi sesaat, misalnya kepanikan karena tidak dapat membayar iuran sekolah atau rasa malu yang berlebihan. ide untuk bunuh diri dapat muncul tiba-tiba (impulsif) tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu. bagi ramaja dan pelajar, situasi ini bertambah rumit mengingat masa mereka adalah masa yang penuh gejolak. tatkala ditambah lagi dengan persoalan yang menurut mereka sulit untuk dipecahkan, mereka mengalami kebuntuan, tidak ada lagi yang dianggap peduli maka bunuh diri menjadi jalan akhir yang ditempuh.
  1. Tanda –Tanda Awal Bunuh Diri pada Remaja
    1. Remaja mengancam akan bunuh diri, misalnya “Aku harap aku mati saja”; Keluargaku pasti akan lebih baik kalau aku tidak ada”.
    2. Sudagh pernah ada percobaan bunuh diri sebelumnya, sekecil apapun.
    3. Tersirat unsure-unsur kematian dalam musik, seni, dan tulisan-tulisan pribadinya.
    4. Kehilangan anggota keluarga, binatang peliharaan, atau pacar akibat kematiaan, diabaikan, atau putusnya  suatu hubungan.
    5. Gangguan dalam keluarga, seperti tidak memilki pekerjaan, penyakit serius, pindah ,perceraian.
    6. Gangguan tidur dan kebiasaan makan, serta dalam kebersihan diri.
    7. Menurunnya nilai-nilai di sekolah dan hilangnya minat terhadap sekolah atau kegiatan sebelaumnya dianggap penting.
    8. Perubahan pola tingkah laku yang dramatis, misalnya remaja senang sekali berteman dan berkumpiul dengan banyak orang berubah menjadi pemalu dan menarik diri.
    9. Perasaan murung, tidak berdaya, dan putus asa yang mendalam.
    10. Menarik diri dari anggota keluarga dan teman, merasa disingkirkan oleh orang yang berarti baginya.
    11. Membuang atau memberikan semua hadiah-hadiah miliknya dan sebaliknya mulai menata kerapihan.
    12. Serangkaian kecelakaan atau tingkah laku beresiko yang tidak terencana; penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan; mengabaikan keselamatan diri; menerima tantangan yang berbahaya.
Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan apabila mencurigai seorang remaja cenderung akan mencoba bunuh diri adalah
a.       Apa yang harus dilakukan adalah
1.      Tanyakan secara langsung, dengan mengajukan pertanyaan yang langsung pada tujuannya secara tenang: Apakah kamu berpikir untuk melukai dirimu sendiri?”
2.      Uji keseriusan keinginan untuk bunuh diri itu dengan cara menanyakn perasaannya, hubungan yang penting baginya, dengan siapa lagi ia sudah berbicara, dan seberapa banyak pemikiran mengenai alat-alat yang akan digunakan. Bila menemukan senjata, pil, tali, atau peraltan lainnya, dan menemukan bahwa remaja terebut telah memiliki perencanaan yang matang maka jelas bahwa situasi tersebut sudah berbahaya. Tetap temani dan tinggal dengan remaja tersebut sampai datamng bantuan
3.      Jadialah pendengar yang baik dan bersikaplah sangat supportif tanpa mencoba menenangkannya secara salah.
4.      Cobalah untuk meempengaruhi remaja tersebut untuk bersedia menerima bantuan professional dan bantu dirinya memeperoleh bantuan tersebut.
b.      Apa yang tidak boleh dilakukan adalah
1.      Jangan abaiakn tanda-tanda awal.
2.      Jangan menolak berbicara mengenai bunuh diri bila seseorang remaja mendekati Anda dan mengajak Anda Berbicara mengenai topic ini.
3.      Jangan bereaksi dengan ketakutan, sikap tidak setuju atau perasaaan jijik.
4.      Jangn mencoba menangkan reamja tersebut denagn cara yang salahseperti dengan mengatakan hal-hal seperti, “ Semuanya akan baik-baik saja”, Sealin itu jangan memberikan jawaban yang sederhana atau basa- basi seperti, “ Kamu punya segala hal yang bias kamu syukuri.”.
5.      Jangan abiakan remaja tersebut setelah krisisnya selesai atau setelah ia mulai menerima bantuan profesional.

  1. Fakta dan Data tentang Bunuh Diri
    1. Bunuh diri adalah penyebab kematian nomer tiga pada kelompok usia 15-35 tahun
    2. Diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap tahun akibat bunuh diri
    3. Setiap 40 menit terjadi 1 kasus bunuh diri
    4. Negara dengan kematian akibat bunuh diri terendah adalah Syiria, kurang dari 1 orang per 100.000 penduduk, dan tertinggi di Hungaria yakni lebih dari 40 per 100.000 penduduk
    5. Di Asia angka bunuh diri tertinggi di India dan Srilangka mencapai 37 per 100.000 penduduk
    6. Di Indonesia tidak ada data nasional tentang bunuh diri.Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 – 1,6 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk 
    7. Kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun)
    8. Laki laki melakukan bunuh diri (comite suicide) empat kali lebih banyak dari perempuan
    9. Tetapi perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki –laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar