Jumat, 04 Mei 2012

MASA DEWASA MADYA


1.    Pengertian Masa Dewasa
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai  yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock (1996) membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
a.       Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b.      Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
c.       Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
2.    Beberapa Pendapat Tentang Masa Dewasa Madya
a.       Usia dewasa madya atau yang popular dengan istilah setengah baya, dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja.
b.      Bila masa remaja merupakan masa peralihan, dalam arti bukan lagi masa kanak-kanak namun belum bisa disebut dewasa, maka pada setengah baya, tidak dapat lagi disebut muda, namun juga belum bisa dikatakan tua.
c.       Secara fisik,pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan individu setengah baya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya.
d.      Selain itu, perilaku dan perasaan yang menyertai terjadinya perubahan-perubahan tersebut adalah sama, yaitu salah tingkah/canggung, bingung, dan kadang-kadang over acting.
3.    Ciri-Ciri Masa Dewasa Madya
Menurut Hurlock (1996) terdapat beberapa karakteristik atau ciri-ciri pada masa dewasa madya yaitu
a.       Masa yang ditakuti (a dreaded period)
Selain masa tua (old age), masa dewasa madya juga merupakan masa yang sangat ditakuti datangnya oleh kebanyakan individu, sehingga seolah-olah mereka ingin mengerem laju pertambahan usia mereka. Bagi perempuan masa dewasa madya tidak saja berarti menurunnya kemampuan reproduktif dan datangnya menopause, namun juga menurunnya daya tarik seksual.
Umumnya mereka (individu dewasa madya) merasa tidak lagi menarik secara seksual bagi suami mereka, sehingga muncul kekhawatiran “akan kehilangan” suami dan kondisi ini selain dapat mengakibatkan para istri begitu mengharapkan suaminya bersikap seperti ketika masih pengantin baru, juga munculnya rasa cemburu yang kadang cenderung berlebihan, bila melihat suaminya berkomunikasi dengan perempuan yang lebih muda usianya.
Biasanya di usia-usia ini, suami mereka mulai lebih berkonsentrasi pada karier dan peningkatan kariernya, sehingga mereka semakin merasa kesepian dan “diabaikan”. Perasaan-perasaan negatif ini bila tidak segera dicari pemecahannya dapat mengakibatkan para istri mengalami depresi.
Bagi pria, masa dewasa madya merupakan usia yang mengandung arti menurunnya kemampuan fisik secara menyeluruh, termasuk berkurangnya vitalitas seksual. Sebagian kaum pria yang mengalami tanda-tanda terjadinya penurunan kemampuan seksual ini, akan mengalihkan perhatian mereka pada kesibukan bekerja demi meningkatkan prestasi dan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
Selain masalah seksual, kaum pria yang telah memasuki usia dewasa madya, ada juga yang ingin menutupi “kelemahan” fisiknya dengan melakukan aktivitas fisik berlebihan, dan cenderung menolak bantuan dari mereka yang lebih muda. Pada sebagian yang lain, justru bersikap kompensatif, dalam arti untuk menutupi “kekurangannya” mereka bersikap seperti anak muda dengan lebih memperhatikan penampilan fisik, berdandan sedemikian rupa untuk mencari perhatian dari lawan jenis yang berusia jauh lebih muda. Mereka yang berperilaku seperti ini justru menunjukkan adanya ketidak percayaan yang cukup besar terhadap daya tarik seksual mereka.
b.      Masa transisi (a time of transition).
Seperti juga masa remaja, individu pada masa dewasa madya juga disebut sebagai masa transisi dari masa dewasa awal ke masa dewasa lanjut (lansia). Sebagian ciri-ciri fisik dan perilakunya masih memperlihatkan masa dewasa awal, sementara banyak ciri fisik dan perilaku lainnya justru telah menunjukkan ciri-ciri orang dewasa lanjut. Kondisi transisi ini menyebabkan mereka harus banyak melakukan penyesuaian terhadap peran-peran baru yang diberikan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga mengharapkan mereka untuk dapat berpikir dan berperilaku sesuai dengan usianya.
c.       Masa penyesuaian kembali (a time of adjustment)
Memasuki usia dewasa madya, cepat atau lambat individu harus mengadakan penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan yang dialaminya, baik fisik maupun peranan.
Penyesuaian terhadap perubahan peranan, biasanya akan terasa lebih sulit dilakukan bila dibandingkan dengan penyesuaian terhadap berubahnya kondisi fisik. Misalnya kaum pria yangmengalami masa pensiun, atau kaum perempuan yang mengalami perubahan peran sebagai ibu dengan anak-anak yang akan mulai memasuki kehidupan baru.
d.      Masa keseimbangan dan ketidakseimbangan (a time of equilibrium and disequilibrium)
Pengertian keseimbangan mengacu pada kemampuan penyesuaian terhadap terjadinya perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang dilakukan orang-orang dewasa madya. Keseimbangan ini dapat dicapai bila ada penyesuaian secara menyeluruh terhadap pola-pola kehidupannya. Mereka yang mampu mencapai keseimbangan akan merasakan kehidupan yang tenang, tenteram dan damai di rumah, sehingga tidak suka “keluyuran”/ buang-buang waktu di luar rumah untuk kegiatan yang tidak berguna.
Ketidakseimbangan artinya adalah terjadinya kegoncangan-kegoncangan/gangguan-gangguan penyesuaian yang dialami individu pada masa ini, baik yang bersifat internal maupun eksternal, termasuk dengan pasangan hidupnya. Mereka yang tidak mampu mencapai keseimbangan ini akan merasa tidak betah di rumah, dan cenderung ingin “lari” dari rumah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis yang tidak diperoleh di rumahnya.
e.       Usia berbahaya (a dangerous age).
Yang dimaksud dengan usia berbahaya adalah dalam hal kehidupan seksualnya, terutama dengan isterinya. Juga dalam hal-hal yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan lainnya, seperti kondisi fisik yang mulai rentan terhadap penyakit, juga kondisi psikologis yang relatif menjadi lebih peka, dalam arti mudah tersinggung, tertekan, stress, hingga depresi.
Dalam hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksual, tidak jarang terjadi para suami yang mulai merasa “bosan” dengan istrinya, sehingga mulai menyeleweng, atau pun menceraikan istrinya untuk kawin lagi dengan perempuan lain yang kadang-kadang seusia dengan anak gadisnya.
Adapun untuk hal-hal yang lain, individu usia dewasa madya, relatif lebih sering mengalami gangguan fisik maupun mental, bahkan pada orang-orang tertentu dapat mengakibatkan bunuh diri.
f.       Usia kaku/canggung (a awkward age).
Dewasa madya, kurang pantas disebut dewasa dini, namun juga belum bisa disebut tua. Dalam situasi seperti ini, kadang muncul rasa canggung dan bingung pada individu. Pada sebagian individu kondisi ini mengakibatkan mereka ingin menutupi ketuaan dengan berbagai cara dan sejauh mungkin berusaha untuk tidak tampak tua, misalnya dalam hal pemilihan busana, berdandan/ pemakaian kosmetik dsb. Kadang-kadang apabila individu agak berlebihan di dalam menampilkan busana dan dandanan yang bertujuan untuk menutupi ketuaannya, maka hal ini justru menyebabkan mereka tampak janggal, sehingga terlihat kaku/canggung.
g.      Masa berprestasi (a time of achievement).
Berprestasi pada usia dewasa madya menurut Werner merupakan suatu gambaran yang positif dari seorang individu. Pada usia 40 tahun pada orang-orang normal telah memiliki pengalaman yang cukup dalam pendidikan dan pergaulan, sehingga mereka telah memiliki sikap yang pasti serta nilai-nilai tentang hubungan social yang berkembang secara baik.
Kondisi keuangan dan kedudukan sosial mereka biasanya telah mapan, serta mereka telah memiliki pandangan yang jelas tentang masa depan dan tujuan yang ingin dicapai. Apabila situasi ini diikuti dengan kondisi fisik yang prima, maka mereka dapat menyatakan bahwa hidup dimulai di usia 40 tahun (life begin 40th).
Menurut Hurlock yang dapat dicapai individu di usia dewasa madya, tidak hanya kesuksesan secara financial, melainkan juga dalam hal kekuasaan dan prestise. Biasanya usia pencapaian terjadi antara 40-50 tahun. Selain itu masyarakat sendiri nampaknya baru mengakui kemampuan atau prestasi seseorang secara mantap apabila yang bersangkutan telah memasuki usia dewasa madya.

4.    Tugas Perkembangan Dewasa Madya
Menurut Hurlock (1996) tugas perkembangan masa dewasa madya adalah
a.       Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik
Tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal pada usia madya. Merupakan penyesuaian yang cukup sulit, karena baik individu  laki-laki maupun perempuan harus mengubah penampilan.
Individu harus menyadari bahwa kondisi fisiknya tidak lagi sekuat masa lalu, bahkan ada beberapa organ tubuh yang sudah mulai menoupause.
Individu harus menyadari bahwa daya tarik seksual, dorongan seks, dan kemampuan bereproduksi sudah semakin berkurang, bahkan pada sebagian besar perempuan kemampuan reproduksinya telah berakhir.
b.      Penyesuaian diri terhadap perubahan minat
Pada masa ini, seiring dengan semakin bertambahnya usia, biasanya minat cenderung lebih ditekan daripada dikembangkan, seperti dlm penampilan tidak lagi harus mengikuti mode yang sedang trend, melainkan selalu disesuaikan dengan perubahan fisik yang dialami, karena pertambahan usia, dalam rekreasi tidak lagi hanya sekedar refreshing, melainkan ada unsur olah raganya, dalam rangka menjaga kondisi fisik yg semakin menurun.
Ada pergeseran minat yang mengarah pada aktivitas untuk memenuhi kebutuhan pribadi (privacy), misalnya membaca, melukis, menonton TV, dsb.
Ada kecenderungan penurunan dalam pembedaan jenis kegiatan antara laki-laki dan perempuan, karena kaum laki-laki cenderung lebih mengarahkan minatnya pada aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dianggap sebagai kegiatan perempuan, seperti membaca majalah popular, melihat acara-acara TV yang ringan dan menghibur, dsb. Adapun kegiatan-kegiatan maskulis, seperti olahraga, nonton bola, dsb banyak dikurangi.
Ada kecenderungan pada kaum laki-laki maupun perempuan untuk memperdalam pengetahuan tentang kebudayaan dan agama, sebagai pengganti kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan dengan teman-teman jenisnya, seperti: membaca buku-buku dengan tema budaya dan agama, melukis objek-objek budaya dan agama, menghadiri ceramah-ceramah ilmiah dan agama, dsb.
c.       Penyesuaian diri terhadap standar hidup keluarga
Individu cenderung menyesuaikan standar hidup keluarganya dengan income yang dimiliki. Standar hidup juga disesuaikan dengan pangkat/jabatan yang disandang
d.      Penyesuaian dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi : mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara, Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia, mengembangkan aktivitas mengisi waktu luang agar tetap produktif, menjaga keharmonisan dengan pasangan hidup agar tetap akrab dan menyatu, dan menyesuaikan diri dengan kehidupan orangtua yang telah berusia lanjut.

Rabu, 14 Maret 2012

TEORI KEPRIBADIAN GORDON W. ALLPORT : PSIKOLOGI INDIVIDU



  1. Riwayat Hidup Gordon W. Allport
1. Nama lengkap : Gordon W. Allport
2. Lahir : Indiana, 1897
3. Anak : 3 dari 3 bersaudara
4. Meninggal : 6 Oktober 1967
5. Riwayat Pendidikan :
a. 1919, menyelesaikan pelajaran pokok Ilmu Ekonomidan Filsafat di Havard University.
b. 1920, mengajar di Robert College, Istambul dengan mata kuliah Sosiologi dan Bahasa Inggris.
c. 1922, mendapat gelar Ph. D Psikologi di Havard.
d. 1922-1924, belajar di Berlin, Hamburg, Cambridge (Inggris).
e. Menjadi guru tafsir psikologi Jerman di Amerika Serikat selama 10 tahun.
f. 1924, kembali dari Eropa menerima jabatan sebagai instruktur pada Departement of Social Ethis di Havard.
g. 1926, diangkat sebagai guru besar pembantu dalam psikologi di Darmouth College.
6. Prestasi dan Karyanya :
a. 1963, mendapat medali emas dari American Psychological Association (APA).
b. 1964, mendapat hadiah dari APA atas sumbangan –sumbangan ilmiahnya.
c. Selain itu dipilih menjadi Presiden dai APA dan The Society for Psychological Study of Social Issue dan sebagai editor Journal of Abnormal and Social Psychology selama 10 tahun.
d. Karya Gordon W. Allport antara lain :
1) Studies in expressive meansurement (dengan F.E. Vernon), 1993,
2) The Pcychology of radio (denan H. Cantril), 1935;
3) Personality : a psychological interpretation, 1937;
4) The use of personal documents inpsychologicaln science, 1942;
5) The psychology of rumour 9dengan L. Postman), 1947
6) The Individual and his religion,1950;
7) The nature of prejudice,1954;
8) The nature of personality selected papares, 1950.
9) Becoming: basic consideration for a psychology of personality, 1955.
Selain itu dia juga menyusun dua tes yang banyak sekali digunakan yaitu:
1) The A-S Reaction Study (dengan F. H. Allport), 1928
2) A Study of Values (dengan P. E. Vernon, 1931, lalu diperbarui pada 95 bersama-sama dengan P. E Vernon dan G. Lindzey).
  1. Pokok – pokok Teori Allport
1. Struktur dan Dinamika Kepribadian
a. Kepribadian, Watak dan Tempramen
1) Kepribadian
Bagi Allport definisi bukanlah sesuatu yang boleh dipandang enteng. Allport telah membahas 50 definisi yang telah dikemukan oleh para ahli dalam bidang tersebut. Setelah itu lalu dia berusaha mengkombinasikan unsur-unsur yang telah ada dalam definisi-definisi yang lebih dahulu itu dengan menghindari kekurangan-kekurangan yang pokok. Secara singkat dia definisikan kepribadian tu sebagai “ What a man really is”. Tetapi definisi itu kurang memadai dan berlampau singkat. Kemudian Allport mengemukakan definisi kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan . (Allport, 1951, p. 48).
Definisi itu mempunyai maksud:
a) Organisasi dinamis menekankan kenyataan bahwa kepribadian iti selalu berkembang dan berubah walupun dalam pada itu ada organisasi system yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen daripada kepribadian.
b) Psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah eksklusif (semata-mata) mental dan bukan pula semata-mata neural. Organisasi pribadi melingkupi kerja tubuh dan jiwa (tak terpisah-pisah) dalam kesatuan kepribadian.
c) Menetukan menunjukkan bahwa kepribadian mengandung tendens-tendens determinasi yang memainkan peranan aktif dala tingkah laku individu.
d) Khas (unik, unique) menunjuk tekanan utama yang diberikan oleh Allport pada individualitas.
e) Menyesuaikan diri terhadap lingkungan , Allport menunjukkan keyakinannya, bahwa kepribadian mengantarai individu dengan lingkungan fisis dan lingkungan psikologisnya, kadang-kadang menguasainya. Jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan.
2) Watak ( Karakter)
Allport menunjukan bahwa kata watak menunjukan arti normative; dia menyatakan bahwa “character is personality evaluated and personality is character devaluated “.(Allprt 1951, p. 52).
3) Temperamen
Bagi Allport temperamen adalah bagian khusus dari kepribadian yang diberikan definisi demikian :
“ Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya kena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi dan intensitat susasana gejala hati; gejala ini tergantung pada factor konstitusional, dan karenanya teutama berasal dati keturunan”. (Allport, 1951, p. 54).
b. Sifat (Trait)
1) Sifat
Sifat adalah tendens determinasi atau predisposisi dan diberikan definisi demikian :
“Sifat adalah system neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama” (Allport, 1951, p. 289).
Yang perlu dicatat dala definisi ini adalah tekanan terhadap individualitas dan kesimpulan bahwa kecenderungan itu tidak hanya terikat kepada sejumlah kecil perangsang atau reaksi, melainkan dengan seluruh pribadi manusia.
Allport mengikuti pendirian biofisik yang menyatakan bahwa trait adalh kenyataan terakhir dari organisasi psikologis dan dalam tulisannya (Personality) dia menyatakan :
“ Suatu sifat mempunyai lebih dari hanya eksistensi nominal saja; sifat itu tak tergantung kepada pengamat, tetapi nyata-nyata ada pada individu”. (Alport, 1951, p. 289).
Jelasnya :
Pandangan ini tidak beranggapan bahwa tiap nama sifat mesti mencerminkan suatu sifat, tetapi maksudnya di belakang semua kekaburan istilah itu, dibelakang ketidaksepakatan pendapat mengenainya dan terpisah dari kekhilafan dan kegagalan observasi empiris. Ada stuktur batin(mental structure) pada tiap kepribadian yang mencerminkan keselarasan tingkah lakunya.
2) Pengertian sifat dengan beberapa pengertian yang lain
a) Kebiasaan (habit)
Sifat (trait) dan kebiasaan (habit) kedua-duanya adalah tendens determinasi, akan teeapi sifat lebih umum, baik dalam situasi yang dicocokinya, maupun dalam response yang terjelma darinya.
b) Sikap (attitude)
Kedua-duanya itu adalah predisposisi untuk berespon, kedua-duanya adalah khas, kedua-duanya dapat memulai atau membimbing tingkah laku; kedua-duanya adalah hasil dari factor genetic dan belajar. Namun ada juga perbedaannya diantar kedua hal tersebut:
                                  I. Sikap (attitude) itu berhubungan dengan sesuatu obyek, sedangkan sifat (trait) tidak. Jadi sifat lebih umum daripada sifat ialah bahwa sifat itu hampir selalu lebih besar/luas daripada sikap: dalam kenyataannya makin besar obyek yang dikenai sikap itu, maka makin mirip dengan sifat. Sikap dapat berbeda-beda dari yang lebih khusus ke lebih umum, tetapi kalu sifat selalu umum.
                               II. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek yang dihadapinya, sedangkan sifat tidak.
c) Tipe
Alport membedakan antara sifat dan tipe. Menurut dia orang dapat memiliki sesuatu sifat, tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe. Tipe adalah konstruksi ideal si pengamat, dan seseorang dapat disesuaiakn denagn tipe itu tetapi dengan konsekuensi diabaikan sifat khas pribadi sedangkan tipe malah menyembunyikannya. Jadi bagi Allport, menunjukkan perbedaan-perbedaan buatan yang tak begitu cocok dengan kenyataan sedangkan sifat adalah refleksi sebenarnya daripada yang sebenar-benar ada.
3) Sifat –sifat umum (bersama) dan sifat-sifat individual
Allport menyatakan bahwa di dalam kenyataan tidak pernah ada dua individu mempunyai sifat-sifat yang benar-benar sama. Walupun mungkin ada kemripan dalam sruktur sigat dari individu-individu namun selau ada corak yang khas mengenai cara bekerjanya sifat-sifat itu pada individu yang menyebabkan adanya perbedaan dengan sifat itu adalah individual artinya khas dan hanya dapat dikenakan kepada satu individu.
Allport mengakui bahwa karena pengaruh-pengaruh yang sama dari masyarakat dan kesamaan- kesamaan biologis yang mempengaruhi perkembangan individu, ada sejumlah kecil cara-cara penyesuaian diri secara kasar (garis besar) dapat dibandingkan. Jadi penyelidik mungkin menyusun ketentuan-ketentuan (ukuran-ukuran) yang menunjukkan aspek-aspek yang sama daripada sifat-sifat individual dan mempunyai sifat prediktif kasar – inilah sifat umum atau sifat nomothetis. Jadi pada umumnya Allport mengakui bahawa penyelidikan mengenai sifat-sifat umum itu akan berguna dalam konsepsi yang demikian itu menggambarkan individu setepat-tepatnya.
4) Sifat pokok, sifat sentral dan sifat sekunder
Allport membedakan antara sifat pokok, sifat sentral dan sifat sekunder sebagai berikut :
a) Sifat pokok atau cardinat trait
Sifat pokok ini demikian menonjolnya (dominanys) sehingga hanya sedikit saja kegiatan-kegiatan yang tak dapat dicari, baik secara langsung maupun tidak langsung bahwa kegiatan itu berlangsung pengaruhnya. Macam sifat ini relative kurang biasa dan kurang nampak pada tiap orang.
b) Sifat sentral (central trait)
Sifat-sifat ini lebih khas, dan merupakan kecenderungan –kecenderungan individu yang angat khas/karakteristik sering berfungsi dan mudah ditandai.
c) Sifat sekunder (secondary trait)
Sifat sekunder ini nampaknya berfungsinya lebih terbatas, kurang menentukan didalam deskripsi kepribadian, dan lebih terpusat atua khusus pada response-response yang didasarnya serta perangsang-perangsang yang dicocokinya.
5) Sifat-sifat ekspresif
Sifat-sifat ekpresif ini merupakan disposisi yang memberi warna atau mempengaruhi bentuk tingkah laku, tetapi kebanyakan orang mempunyai sifat mendorong. Contoh sifat-sifat ekpresif ini ialah melagak, ulet, dan sebagianya. Adapun tujuan yang dikejarnya orang sifat-sifat ini dapat bekerja, dapat memberi warana kepada tingkah lakunya.
6) Kebebasan sifat-sifat
Allport berpendapat bahwa sifat itu dapat ditandai bukan oleh sifat bebasnya yang kaku tetapi terutama oleh kualitas memusatnya. Jadi sifat itu cenderung untuk mempunyai pusat; di sekitar pusat itulah pengaruhnya berfungsi; tetapi tingkah laku yang ditimbulkannya juga secara serempak (simultan) dipengaruhi sifat-sifat lain.
7) Konsistensi (consistency) sifat-sifat
Jelas bahwa kesimpulan-kesimpulan yang dipergunakan untuk menandai sifa adalah konsisitensinya. Jadi sifat itu tidak dapat dikenal hanya keteraturan atau ketetapnya di dalam individu bertingkah laku. Kenyataan, bahwa ada banyak sifat –sifat yang saling menutup satu sama lain yang serempak aktif menunjukkan, bahawa ketidaktetapan (inconsistency) yang jelas di dalam tingkah laku individu relative akan sering diketemukan. Selanjutnya, kenyataan bahwa sifat-sifat itu terorganisasi secara khas individual memberi kesimpulan bahwa sifat-sifat itu mungkin meliputi unsur-unsur yang nampaknya tidak tetap apabila dipandang dari segi normative atau dari luar. Jadi, orang mungkin menyaksikan ketidaktetapan tingkah laku yang sebenarnya mencermikan batin yang tetap yang terorganisasi secara khas.
8) Intensi (intensio)
Lebih penting dari penyelidikan mengenai masa lampau ialah penyelidikan mengenai intensi atau keinginana individu mengenai masa depannya. Istilah intensi atau keinginan individu mengenai masa depannya. Istilah intensi digunkan dalam arti meliputu pengertian : harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi, cita-cita seseorang. Teori Allport menunjukkan, bahwa apa yang akan dicoba dilakukan oleh seseoramg merupakan kunci dan hal yang terpenting bagi apa yang dikerjakannya sekarang.
c. Proprium
Allport mengemukakan hendaknya semua fungsi self atau ego itu disebut fungsi proprium (propriate fuction)daripada kepribadian. Fungsi-fungsi ini (termasuk kesadran jasmani, self identity, self esteem, self extention, rational thingking, self image, propriate striving, danfungsi mengenal ) semauanya adalah bagian-bagian yang vital daripada kepribadian. Dalam bidang inilah terdapat akar daripada ketetapan (consistency) yang menandai sikap intensi dan evaluasi. Proprium itu tidak dibawa sejak lahir tetapi berkembang did lam perkembangan individu.
d. Otonomi Fungsional (Functional Autonomy)
Pada pokoknya prinsip dari Otonomi Fungsional menyatakan, bahwa aktivita tertentu atau bentuk tingkah laku tertentu dapat menjadi akhir atau tujuan sendiri walaupun dalam kenyataannya mula-mula terjadi karena sesuatu alasan lain. Tiap tingkah laku, sederhana atau kompleks, walupun mula-mula diasalkan dari tegangan organis, dapat terus berlangsung dengan sendirinya tanpa adanya factor bilolgis yang memperkuatnya lagi (tanpa biological reinforcement).
Prinsip otonomi fungsional itu berarti :
1) Bahwa dorongan –dorongan itu terikat pada prinsip kekinian, jadi dorongan itu mendorong kini, terikat secara fungsional kepada asalnya atau tujuan yang lebih dulu, tetapi hanya terikat tujaun yang ada kini.
2) Bahwa sifat dorongan-doronagan itu dari kanak –kanak ke dewasa itu mengalami perubahan radikal, sehingga dapat dikatakan dorongan-dorongan pada masa dewasa itu merupakan tunas daripada dorongan-dorongan masa kanak-kanak.
3) Bahwa kedewasaan orang diukur dari taraf otonomi fungsional dorongan-dorongan yang telah dicapainya; dalam pada itu memang ada dalam tiap kepribadian itu sifat-sifat yang archais (infantilisme, regresi response-response, refleks), namun manusi yang bekebudayaan dan telah tersosoalisasikan menunjukkan kematangan sampai taraf-taraf tertentu.
4) Bahwa proses deferensiasi dalam belajar mempengaruhi temperamen dan bakat ke arah perkembangan yang devergen, mnyebabakan terbentuknya dorongan-doronagan yang khas individual.
Struktur dinamis tiap kepribadian itu unik, kendatipun kesamaan karena species, alam kebudayaan, mungkin menimbulkan kemiripan sampai batas tertentu.
5) Denagan tidak mengingkari kemungkinan adanya instink-instink pada masa kanak-kanak atau adanya sementara refleks atau tingkah laku instinktif selama hidup, namun prinsip otonom fungsional tetap menganggap kepribadian yang telak deasa itu secar hakiki merupakan gejala “post insnctive”.
2. Perkembangan Kepribadian
a. Kanak-kanak
Neonatus :
Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu –nafsu dan refleks-refleks. Jadi belum memiliki bermacam –macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memilikimkepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik maupun temperamen, yang aktualisasinya tergantung perkembangan dan kematangan. Kecuali itu neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu (mengisap, menelan) serta melakukan gerakan-gerakn yang masih belum terdiferensiasikan, dimana hamper semua gerakan otot-otot itu ikut digerakkan.
b. Transformasi Kanak-kanak
Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda,. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa itu :
1) Diferensiasi
2) Integrasi
3) Pemasakan (maturation)
4) “Belajar”
5) Kesadaran diri )self consciousness)
6) Sugesti
7) Self Esteem
8) Inferiority, dan kompensasi
9) Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
10) Otonomi fungsional
11) Reorientasi mendadak truma
12) Extension of self
13) Self obyektification ,instink dan humor
14) Pandangan hidup pribadi (personal Weltanschauung)
Menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah makhluk biologis, lalu berubah/berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, sruktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti daripada tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi masa depan.
c. Orang Dewasa
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus. Biasanya individu normal mengerti/menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Untuk memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujaun serta aspirasi-aspirasinya. Motif-motifnya terutama tidak berakar di masa lampau (echo dari masa lampau) tetapi terutama bersandar pada masa depan.
Menurut Allport pribadi yang telah dewasa itu pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang tersebut di bawah ini :
1) Extension of self
yaitu bahwa hidupnya tidak harus terikat secara sempit kepada kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya dengan kebutuhan –kebutuhan serta kewajiban –kewajiban yang lansung. Dia harus dapat mengambil bagian dan menikmati bermacam-macam kegiatan. Suatu hal yang penting daripada extension of the self itu ialah proyeksi ke masa depan : merencanakan, mengharapkan (planning, hoping).
2) Self Objectification
Ada dua komponen pokok dalam hal ini, ialah humor dan insight:
a) Insight
                                          Adalah kecakapan individu untuk mengerti dirinya.
b) Humor
Yang dimaksud humor di sini tidak hanya berarti kecapakan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang menertawakan saja, melainkan juga kecakapan untuk mempertahankan hubungan positif dengan dirinya sendiri dan obyek-obyek yang disenangi, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
3) Falsafah hidup (Weltanschauung, philosophy of life).
Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.