The Standard Progresive Matrices (SPM) merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual maupun secara kelompok. Skala ini dirancang oleh J. C. Raven dan diterbitkan terakhir kali oleh H. K. Lewis & Co. Ltd. London pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum.
Karena instruksi pengerjaannya diberikan secara lisan maka skala ini dapat digunakan untuk subjek yang buta huruf. Diciptakan pertama kali di tahun 1936, diterbitkan pertama kali di tahun 1938, SPM telah mengalami berbagai revisi sampai revisi terakhir yang dijumpai di Indonesia yaitu revisi tahun 1960. Penyusunan SPM didasari oleh konsep inteligensi Spearman, yaitu konsepsinya mengenai eduksi hubungan dan eduksi korelasi. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum (Raven, 1960 dalam Azwar 1996).
Tes SPM terdiri atas 60 soal dikelompokan dalam 5 seri untuk usia 6-65 tahun tujuannya mengukur dan menggolongkan tingkat kecerdasan umum dari subjek,
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa ketegori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, berfikir, bukan tes inteligensi umum. Menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.
askum, maaf sebelumnya. tulisan mbak sebenarnya sangat bagus dan membantu namun saya kira kurang tepat jika mbak menulis tentang alat-alat test psikologi. karena alat test seharusnya tidak boleh disebarluaskan, hanya untuk kalangan sendiri karena hal itu dilindungi oleh kode etik psikologi. jadi saran saya mbak mulai menulis konten blog yang tidak terbatasi oleh kode etik psikologi.
BalasHapusbukan bermaksud membunuh kratifitas namun kita juga harus berperan dalam melindungi keilmuan kita. agar tidak diselewengkan oleh orang yang diluar kalangan psikologi.
trimakasih, tetap menulis ya,,
WASKUM...
BalasHapusthx banyak ats sarannya...
tp saya kira itu tidak terlalu jauh...
thx