Sabtu, 29 Mei 2010
The Standard Progressive Matrices (SPM)
The Standard Progressive Matrices (SPM)
The Standard Progresive Matrices (SPM) merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual maupun secara kelompok. Skala ini dirancang oleh J. C. Raven dan diterbitkan terakhir kali oleh H. K. Lewis & Co. Ltd. London pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum.
Karena instruksi pengerjaannya diberikan secara lisan maka skala ini dapat digunakan untuk subjek yang buta huruf. Diciptakan pertama kali di tahun 1936, diterbitkan pertama kali di tahun 1938, SPM telah mengalami berbagai revisi sampai revisi terakhir yang dijumpai di Indonesia yaitu revisi tahun 1960. Penyusunan SPM didasari oleh konsep inteligensi Spearman, yaitu konsepsinya mengenai eduksi hubungan dan eduksi korelasi. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum (Raven, 1960 dalam Azwar 1996).
Tes SPM terdiri atas 60 soal dikelompokan dalam 5 seri untuk usia 6-65 tahun tujuannya mengukur dan menggolongkan tingkat kecerdasan umum dari subjek,
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa ketegori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, berfikir, bukan tes inteligensi umum. Menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.
Sejarah Psikologi Klinis dan Pendekatan Psikodinamika
Sejarah Psikologi Klinis dan Pendekatan Psikodinamika
A. Sejarah Psikologi Klinis
Selang waktu antara tahun 1896 dan 1946 merupakan tahun-tahun penting dalam Psikologi Klinis. Pada kurun waktu tersebut, praktik maupun wacana tentang psikologi klinis mendominasi wacana psikologi pada umumnya. Penggabungan istilah “psikologi” yang terkait dengan istilah “klinik” yang artinya tempat orang berobat, pertama kali dilakukan oleh L.Witmer (Arieti,1959 & Phares, 1993). Dari penggabungan ini dapat dilihat bahwa bidang terapan ini berpijak pada dua disiplin ilmu yang berbeda yakni psikologi akademik dan kedokteran. Psikologi Klinis adalah gabungan dari Psikologi Medis (yang merupakan perkembangan dari psikiatri), dan “University Clinicss” yang didirikan oleh L. Witmer yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari mental tests dan psikologi eksperimental, atau sering juga disebut psikologi “akademik”, psikologi sebagai ilmu.
Ditelisik dari sisi sejarah, psikologi klinis ditemukan oleh pria berkebangsaan Amerika, Lightner Witmer. Lightner Witmer pada tahun 1896 mendirikan Klinik Psikologis atau “Psychologocal Clinic” yang pertama di Universitas Pensylvania. Oleh karena itu, tahun 1896 dianggap sebagai tahun penemuan psikologi klinis sebagai profesi. Pada klinik ini tugas psikolog ialah memeriksa anak-anak yang mengalami kesulitan menerima pelajaran. Klinik psikologi pada waktu itu tidak bergerak seagai adan pel;ayanan bagi orang sakit atau orang-orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri. Di Universitas lain, pendirian klinik psikologis seperti itu kemusian bermunculan, antara lain klinik psikologi yang dibangun oleh Carl E. Seashore di Universitas IOWA. Pada tahun 1914 telah tercatat 19 klinik psikologi yang dibangun, dan jumlahnya meningkat tajam pada tahun 1935 hingga menjadi 87 buah klinik (Louttit, 1939).
Lighther Witmer merupakan alumni Universitas Pensylvannia tahun 1988. Witmer bekerja di program doktoral bidang psikologi bersama Wilhem Wundt di Leipzig. Setelah menyelesaikan program doktoralnya, dia langsung ditunjuk sebagai direktur laboratorium psikologi Universitas Leipzig.
Dimulai ketika ada seorang guru sekolah bernama Margareth Maguire yang meminta Witmer untuk membantu salah seorang muridnya- Charles Gilman- yang didiagnosa mengalami kesulitan dalam mengeja. Witmer kemudian menerima tawaran tersebut. Tak disangka, hal ini menghantarkan dia sebagai psikolog klinis pertama, dan pada saat yang sama, ia memulai usaha untuk mendirikan klinik psikologi pertama di dunia.
Pendekatan yang pertama kali dilakukan oleh Witmer adalah dengan assesmen (menilai) masalah Charles disusul menyusun rangkaian pengobatan yang tepat. Penilaian psikologis menunjukkan bahwa Charles mengalami kerusakan visual, baik dalam hal membaca dan masalah mengingat. Hal tersebut diberi istilah oleh Witmer dengan "amnesia verbal-visual, atau sekarang disebut disleksia. Witmer menggunakan tutorial yang intensif guna membantu si anak dalam mengenal kata tanpa terlebih dahulu mengejanya. Cara ini berhasil sehingga Charles bisa kembali normal membaca.
Tidak semua yang dilakukan oleh Witmer berpengaruh secara merata, artinya bisa diterapkan di segala umur, akan tetapi ada beberapa aspek klinis terbarunya yang diperuntukkan untuk pekerjaan klinis berikutnya:
1. Kebanyakan kliennya adalah anak-anak, perkembangan natural sejak Witmer menawarkan kursus tentang psikologi anak, telah mempublikasikan karyanya di jurnal pediatris, dan telah menarik minat guru yang memperhatikan masalah siswa mereka.
2. Rekomendasinya guna membantu para klien didasari oleh asesmen diagnostik
3. Dia tidak bekerja sendiri, akan tetapi dengan pendekatan tim yang merekrut anggotanya dari berbagai profesi, saling berkonsultasi dan berkolaborasi dalam kasus-kasus tertentu.
4. Ada penekanan yang jelas pada pencegahan masalah mendatang melalui diagnosa dan pengobatan awal.
5. Dia menekankan bahwa psikologi klinis harus dibangun di atas prinsip yang ditemukan atas dasar psikologi ilmiah.
Pada tahun 1897, ada klinik baru yang menawarkan kursus 4 pekan pada musim panas. Kursus ini menawarkan presentasi kasus, instruksi tes diagnosa, dan teknik demonstrasi pengobatan. Pada tahun 1900, sebanyak 3 anak per hari diberikan oleh staf klinis. Selama tahun akademik 1904-1905, Universitas Pensylvnia menawarkan program psikologi klinis di bawah pengawasan Witmer.
Akan tetapi, pengaruh klinik Witmer, sekolah, jurnal, dan pelatihan-pelatihan menjadi terbatas. Witmer merasa bahwa psikologi klinis berputar-putar saja, stagnan. Akan tetapi Witmer memiliki sedikit hal yang telah dilakukannya dan kemudian mengendalikannya. Itu semua disebabkan karena ia mengabaikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi di kemudian hari. Sebagai contoh, Witmer mengabaikan tes intelijensi Binet dan Skala Binet-Simon ketika keduanya diperkenalkan di Amerikan Serikat. Seperti tes Binet terdahulu, instrumen ini dirancang untuk mengukur proses mental yang rumit, bukan untuk mengukur mental biasa yang dilakukan oleh Witmer. Walaupun Binet mengingatkan bahwa alatnya tidak menyediakan pengukuran objektif keseluruhan intelijensi, tetapi tes Binet-Simon ini mencuri perhatian banyak kalangan. Henry H. Goddard dari Vineland (New Jersey) Training School pernah mendengar hal itu ketika dia berada di Eropa pada tahun 1908 dan membawa skala Binet-Simon ke U.S untuk melakukan asesmen kecerdasan anak yang menderita "feeble minded" di klinik yang telah ia bangun dua tahun sebelumnya. Popularitas translasi Goddard terhadap skala Binet-Simon dan revisi atas Lewis Terman pada tahun 1916 tumbuh begitu cepat di Amerika Serikat sehingga melampaui popularitas tes-tes intelijensi lain, termasuk alat tes Witmer. Skala Binet menyediakan fokusnya pada fungsi asesmen psikologi klinis yang sudah tidak lagi diurus sampai tahun 1910.
Selain itu, Witmer juga mengabaikan asesmen klinis orang dewasa, layanan yang digunakan ahli klinis lain guna memberikan pertolongan kepada para psikiater untuk mendiagnosa dan merencanakan perawatan kerusakan dan masalah lainnya. Malah, pengujian psikologis mental pada pasien di beberapa rumah sakit menjadi hal yang rutin dilakukan pada tahun 1907. Asesmen serupa dilakukan di penjara untuk membantu anggota agar bisa mengidentifikasikan narapidana yang terganggu mentalnya atau merencanakan program rehabilitasi.
Pada akhirnya Witmer tidak bergabung dengan ahli klinis lain dalam praktek psikoterapi atau dalam mengadopsi pendekatan Freudian dalam menangani kasus gangguan. Pendekatan Freud menjadi terkenal di kalangan psikologi melalui perkumpulan psikiater di rumah sakit jiwa serta melalui klinik bimbingan anak yang secara rutin mempekerjakan para psikolog. Pergerakan bimbingan anak di AS distimulasi oleh komite nasional tentang kesehatan mental, sebuah kelompok yang didirikan oleh mantan pasien jiwa, Clifford James, dan didukung oleh William James, psikolog Harvard, dan Adolf Meyer, psikolog kota yang paling menonjol. Dengan sokongan dana dari dermawan Henry Phips, komite tersebut bekerja demi memperbaiki perawatan penyakit mental dan untuk mencegah gangguan psikologis.
Klinik bimbingan pertama ditemukan di Chicago pada 1909 oleh seorang psikiater bernama William Healy. Dia mempunyai banyak kesamaan dengan Witmer. Hanya saja dia lebih fokus pada kasus-kasus perilaku menyimpang anak-anak yang disebabkan oleh otoritas sekolah, polisi atau pengadilan. Klinik Healy berlandaskan pada asumsi bahwa pelanggaran yang dilakukan anak kecil yang menderita penyakit mental yang harus ditangani sebelum hal tersebut menimbulakan masalah yang lebih serius. Kedua, pendekatan yang diambil oleh staf di klinik psikologi Healy di Chicago sngat dipenagruhi oleh teori psikodinamik Freud.
Pendekatan dinamik ini menerima dorongan yang kuat ketika pada tahun yang sama Healy membuka klinik, G. Stanley Hall, seorang psikolog, mengatur waktu Freud dan dua pengikutnya, Carl Jung dan Sandor Ferenczi, untuk mendiskusikan perayaan tahunan universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Acara dan materi yang digabungkan ini menjual psikoanalisis kepada psikolog Amerika (meskipun bukan pada Witmer, yang saat itu tidak hadir: Routh, 1996).
Kiblat psikolog menjadi berubah ke arah model Healy mengenai masalah psikologi klinis dan klinik bimbingan anak. Fakta ini sejalan dengan menyebarnya penggunaan tes intelijensi Binet, meninggalkan Witmer dengan background psikologi klinisnya. Tentu saja dia masih aktif, akan tetpi dia lebih fokus pada fungsi dan klien yang sudah lebih dulu ada, bergabung dengan psikologi sekolah, konseling kejuruan, terapi bicara, dan perbaikan pendidikan dengan menggunakan psikologi klinis.
Pada tahun 1946, barulah psikoterapi menjadi aktivitas profesional yang tetap bagi psikolog klinis. Sejak 1970-an, kebanyakan psikolog klinis melakukan kegiatan psikoterapi, sementara kegiatan asesmen atau diagnosis hanya menyita 10% saja dari keseluruhan waktu praktik yang digunakan.
Dalam kegiatan praktisnya, psikolog klinis lebih sedikit mirip psikolog pada umumnya dari pada pendeta atau manager persoalia atau dokter. Yang sama diantara mereka adalah evaluasi individu pada waktu dan pada perangkat lingkungan tertentu. Tugas utamanya adalah memahami individu secara lebih mendalam sebagai landasan untuk penanganan berikut keperluan tertentu yang telah dirancang.
Oleh karena psikologi klinis tidak mempunyai pendidikan dasar kedokteran, maka hak seorang psikolog klinis untuk memberikan psikoterapi sekiar tahun 1950-1980 seringkali dipermasalahkan. Istilah psikoterapi hanya dapat dilakukan oleh psikiaer. Ada pendidikan fomal yang biasanya dilakukan di universitas untuk tujuan memperoleh gelar, dan ada pendidikanpreaktik yang dilakukan dalam nstitusi untuk menujang ketrampilan-ketrampilan khusus yang terkait dengan psikologi dan asrsmen psikologik. Untuk pendidikan praktik, yang berperan penting ialah organisasi profesi.
Yap Kie Hien (1968) mengemukakan beberapa istilah lain untuk “Psikologi klinis.” Istilah-istilah ini tidak sepenuhnya memeliki arti yang sama karena tiap istilahmewakili aliran berbeda-beda. Istilah-istilah tersebut adalah psikopatologi, psikologi abnormal, psikologi medis, pato psikologi dan psikologi mental health.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa psikologi klinis mencakup nasesmen, intervensi dan penelitian. Di luar negri kemantapan psikologi klinis sebagai suatu profesi dalam praktik psikologi klinis didukung oleh organisasi profesi psikologi klinis, diterbitkan jurnal yang memuat penelitian-penelitian psikologi klinis, didirikannya program study untuk psikologi klinis yang didukung organisasi profesi dan lain-lain.
1. Psikologi Klinis di Tengah Perang Dunia II
Ketika Amerika memasuki PD I, militer dalam jumlah besar direkrut dan harus diklasifikasikan menjadi orang yang punya intelektual dan orang yang stabil psikologisnya. Tidak ada teknik yang digunakan untuk melakukan hal ini. Kemudian pihak militer meminta Robert Yerkes (yang kemudian menjadi presiden APA) untuk memimpin komite psikolog eksperimental yang berorientasi pada asesmen yang mengembankan pengukuran yang tepat. Untuk mengukur kemampuan mental, komite tersebut mengeluarkan tes intelejensi Army Alpha dan Army Betha, dan untuk membantu mendeteksi gangguan perilaku. Selain itu, ini juga merekomendasikan penemuan Psychoneurotic Robert Woodworth's. Pada tahun 1918, para psikolog telah mengevaluasi hampir 2 juta orang.
Ahli klinis menggunakan variasi yang lebih luas mengenai tes intelijensi untuk anak dan dewasa dan menambah pengukuran baru tentang kepribadian, minat, kemampuan khusus, emosi, dan perilaku. Mereka mengembangkan alat tes sendiri, sambil mengadopsi dari alat tes lain yang diambil dari psikiater Eropa yang orientasinya psikoanalisis. Beberapa tes yang familiar pada masa ini adalah Jung's Association Test (1919), Roschach Inkblot Test (1921), the Miller Analogies Test (1926), the Goodenough Draw-A-Man Test (1926), the Strong Vocationl Interest Test (1927), the Thematic Apperception Test (TAT) (1935), the Bender-Gestalt Test (1938), dan the Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (1939).
Pada tahun 1930, terdapat sekitar 50 klinik psikologi dan sedikitnya sekitar 12 klinik bimbingan anak di AS. Psikolog klinis dalam seting ini menyadari bahwa mereka sedang berurusan dengan dunia pendidikan, bukan dengan masalah psikiatris. Akan tetapi, perbedaan ini tumbuh lamban, secara perlahan, ahli klinis menambah fungsi perawatan pada asesmen mereka, training-training, dan alat-alat penelitian.
Pada 1930-an akhir, psikologi klinis tidak hanya dikenal sebagai profesi. Pada permulaan PD II, masih tidak terdapat program training untuk ahli klinis, hanya sedikit sekali yang menyelenggarakan program doktoral, M.A dan paling banyak pada program B.A. Untuk mendapatkan pekerjaan sebagai psikolog klinis, dibutuhkan beberapa keahlian tentang tes, psikologi abnormal, perkembangan anak, dan juga tertarik dengan orang banyak. Departemen-departemen psikologi Universitas enggan untuk mengembangkan program pascasarjana dalam psikologi klinis karena fakultas mereka mempertanyakan penerapan psikologi dan mereka khawatir dengan biaya pelatihan klinis yang cukup mahal.
Seluruh materi pokok psikologi klinis modern telah diadakan. Enam fungsinya – asesment, treatment, research, teaching, consultation, dan administrasi – sudah bermunculan. Psikologi klinis telah berkembang melalui klinik-klinik aslinya serta melalui rumah sakit, penjara dan setting-setting lainnya. Parktisinya pun pada saat itu bekerja dengan anak-anak dan orang dewasa.
2. Pasca Perang Dunia
Pasca perang dunia II pengenalan hukum psikologi klinis sebagai profesi tumbuh dengan baik. Pada masa pasca perang, hukum menyediakan lisensi atau sertifikasi bagi para ahli klinis yang punya kualifikasi tinggi, dan APA membuat grup sertifikat mandiri untuk mengidentifikasi individu yang telah mencicipi banyak pengalaman dan mengusai banyak keahlian.
Penelitian klinis juga meluas setelah PD II dan menghasilkan banyak kesimpulan negatif pada ketidakmanfaatan tes kepribadian, nilai keputusan diagnostik dibandingkan dengan keputusan yang statistik, dan efektifitas psikoterapi tradisional. Penelitian ini membuat ketidakpuasan terhadap metode standar penilaian klinis dan ini termotivasi oleh perkembangan pendekatan-pendekatan baru untuk merawat, termasuk pendekatan humanistik dan behavioral.
Pada tahun 1980, hampir seluruh yng berkaitan dengan psikologi klinis sebelum PD II telah berubah. Psikolog klinis sebelum PD merupakan ahli diagnosa yang kliennya adalah anak-anak. Setelah 1945, fungsi, setting, dan klien dari psikologi klinis berubah drastis. Sekarang, ahli klinis bisa menikmati jangkauan yang lebih luas tentang pendekatan teori dan alat-alat praktek untuk melakukan asesemen dan untuk merubah prilaku manusia.
3. Psikologi Klinis pada abad -21
Perjalanan sejarah psikologi klinis mengalami kemajuan pesat selama lebih dari 100 tahun, akan tetapi baik perkembangannya maupun pengujiannya belum sempurna. Ketika memasuki abad 21, psikologi klinis banyak menemui hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Termasuk cara melatih siswa, layanan yang disediakan ahli klinis, seting yang digunakan, cara pembayaran, dan teori yang membimbing mereka serta perawatan gangguan psikologis.
(Disarikan dari Nietzel et.al)
4. Perkembangan Psikologi Klinis di Indonesia
Di Indonesia sendiri pendidikan psikologi dipelopori oleh Slamet Iman Santoso. Pendidikan ini diharapkan dapat membentuk suatu lembaga yang mampu menempatkan the right man in the right place, karena pada masa itu banyak kejadian di mana orang-orang yang kurang kompeten menduduki posisi penting sehingga membuat keputusan yang salah
Awal dari pendidikan psikologi dilakukan di lembaga psikoteknik yang dipimpin oleh Teutelink yang kemudian menjadi program stiudy psikologi yang pernah bernaung di bawah brbagai fakultas di lingkungan Universitas Indonesia. Di Jakarta, mata kuliah filsafat dinaungi fakultas sastra; mata kulah statistik oleh fakultas ekonomi, dan mata kuliah faal oleh fakultas kedokteran.
Program studi psikologi kemudian pada tahun 1956-1960 menjadi jurusan psikologi pada fakultas kedokteran UI. Pada tahun 1960 psikologi menjadi fakultas yang berdiri sendiri di UI (Somadikarta et. Al. 2000). Kurikulm dan pelaksanaan program study psikologi dimulai sebelum tahun 1960, dibina oleh para pakar yang mendapat pendidikan Doktor (S3) dan Diploma dari negeri Belanda dan Jerman. Liepokliem mendirikan bagian klinis dan psikoterapi bertempat di barak I RSUP (RSCM). Yap Kie Hien mendirikan bagian psikologi eksperimen di salemba. Myra Sidharta mendirikan klinik bimbingan anak. Koestoer dan Moelyono memimpin bagian psikologi kejuruan dan perusahaan (sekarang psikologi industri dan organisasi) kemudian diperkuat oleh A.S.Munandar. bagian posikologi sosial dirintis oleh Marat kemudian dipimpin oleh Z.Joesoef. setelah kepergian Liepokliem ke Australia, bagian psikologi klinis dan psikoterapi berganti nama menjadi bagian psikologi klinis dan konseling dipimpin oleh Yap Kie Hien (1960-1969). Namun dengan adanya pengertian yang luas tentang psikologi klinis, maka nama bagian psikologi klinis-konseling berganti lagi menjadi bagian psikologi klinis.
Sejak tahun 1992, pendidikan akademik dan pendidikan profesi psikolog dipisahkan untuk memungkinkan sarjana psikologi meneruskan ke bidang lain yang mereka minati. Sebelumnya, sarjana psikologi adalah juga psikolog karena pendidikan praktik digabungkan pendidikan akademik. Sejak tahun 20200, suatu forum menyepakati bahwa prasyarat bagi pendidikan profesi psikolog – agar dapat melakukan praktik psikologi – adalah tingkat S2, namun hal itu baru diberlakukan di UI saja. Forum ini terdiri dari dekan-dekan Fakultas Psikologi – yang kini mencapai 20 Fakultas Psikologi negeri dan swasta – dan organisasi Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi).
Sejak 1994, psikolog yang berpraktik – artinya memberikan konsultasi psikologi, melakukan asesmen atau psikodiagnostik, dan melakukan konseling dan terapi – diwajibkan memiliki Izin Praktik Psikolog. Izin ini diperoleh setelah mereka memperoleh rekomendasi dari oeganisasi profesi – dulu Ikatan Sarjana Psikologi, sekarang Himpsi. Izin diterbitkan oleh Departemen Tenaga Kerja (1994-2000) dan rencananya akan dikeluarkan oleh Himpsi sendiri.
Di Indonesia pendidikan profesi spesialis psikologi klinis secara formal belum diadakan, padahal sebenarnya sudah cukup banyak pakar yang berpengalaman di berbagai bidang psikologi klinis seperti terapi tingkahlaku, family therapy, counseling. Upaya untuk membuka jalur pendidikan spesialistik-profesional semestinya didukung oleh organisasi profesi (ISPSI/HIMPSI) karena pihak pemerintah – yakni Direktorat Pendidikan Tinggi Dep. Pendidikan Naisonal – lebih mengutamakan pendidikan akademik S1, S2, dan S3.
B. Pendekatan Psikodinamika
Bentuk teori kepribadian dan terapi ini muncul dalam konteks medis dengan asumsi dasar bahwa klinisi menangani patologi. Freud menyebut pendekatan ini psikoanalisis, tetapi istilah psikodinamika lebih banyak digunakan karena dapat mencakup psikoanalisis dan berbagai macam pendekatan yang muncul berdasarkan pemikiran Freud, yang semuanya menekankan pada pentingnya ketidaksadaran. Kata dinamik dimaksudkan sebagai istilah psikologis yang paralel dengan dinamika fisik, yang berhubungan dengan berbagai kekuatan yang mengubah sebuag benda dari inertia (kelembaman ) dan equilibrium (kesetimbangan) yang terus –menerus. Psikoterapis psikodinamika tertarik dengan kekuatan-kekuatan perubahan, terutama emosi, insting, motif, dan konflik.
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia adalah bagian dari sistem enerji. Kunci utama untuk memahami manusia menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit. (Alwisol, 2005 : 3-4).
Adapun tokoh- tokoh pendekatan psikodinamika adalah
1. Sigmund Freud
Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis dapat dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari segi struktur, dinamika, dan perkembangannya.
Struktur Kepribadian
Menurut Freud (Alwisol, 2005 : 17), kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005 : 17).
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri. Ketiga unsur kepribadian tersebut dengan berbagai dimensinya disajikan dalam tabel berikut
a.
a. Das Es (the Id)
Menurut Freud, das Es berfungsi berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), munculnya dorongan-dorongan yang merupakan manifestasi das Es, adalah dalam rangka membawa individu ke dalam keadaan seimbang. Jika ini terpenuhi maka rasa puas atau senang akan diperoleh.
Das Es yang dalam bahasa Inggris disebut The Id adalah aspek kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Jadi das Es merupakan factor pembawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian yang berupa dorongan-dorongan instintif yang fungsinya untuk mempertahankan konstansi atau keseimbangan. Misalnya rasa lapar dan haus muncul jika tubuh membutuhkan makanan dan minuman. Dengan munculnya rasa lapar dan haus individu berusaha mempertahankan keseimbangan hidupnya dengan berusaha memperoleh makanan dan minuman..
b. Das Ich
Das Ich yang dalam bahasa Inggris disebut The Ego merupakan aspek kepribadian yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Freud, das Ich merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang fungsinya mengarahkan individu pada realitas atas dasar prinsip realitas (reality principle).
c. Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau the Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya normative. Menurut Freud das Ueber Ich terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu. Fungsi das Ueber Ich adalah:
1) Sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapat diterima masyarakat;
2) Mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral;
3) Mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi dengan conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa conscentia berkembang melalui internalisasi dari peri-ngatan dan hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
2. Alfred Adler
Tokoh yang mengembangkan teori psikologi individual adalah Alfred Adler (1870-1937), yang pada mulanya bekerja sama dengan dalam mengembangkan psikoanalisis. Karena ada perbedaan pendapat yang tidak bisa diselesaikan akhirnya Adler keluar dari organisasi psikoanalisis dan bersama pengikutnya dia mengembangkan aliran psikologi yang dia sebut Psikologi Individual (Idividual Psychology).
a. Konsep-konsep psychology individual
1) Menurut Adler manusia itu dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungab kepada orang lain.
2) Manusia, menurut Adler, merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya.
b. Dua dorongan pokok
1) Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
2) Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
3) Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan diri sendiri.
c. Perjuangan menjadi sukses atau ke arah superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya.
d. Gaya hidup (style of life)
Menurut Adler setiap orang memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
e. Minat sosial (social interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pem,abuk, anak bermasalah, dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
3. Carl Gustav Jung
Dikenal mengmbangkan Analytical Psychology. Sebagai murid Freud, Jung juga mengajukan keberatan terhadap beberapa konsep utama Freud yang menyebabkan hubungan keduanya renggang dan retak. Perbedaan utama Jung dan Freud terletak pada pandangan mereka tentang ketidak sadaran. Meskipun keduanya menekankan ketidaksadaran sebagai penentu perilaku menusia (bahkan Jung lebih kuat dalam hal ini) tapi mereka berbeda posisi tentang asal ketidaksadaran ini. Freud mengatakan bahwa unsure seksual adalah factor utama dan dominant dalam ketidaksadaran, sementara Jung sangat tidak setuju dengan pandangan ini dan menyatakan bahwa sumber ketidaksadaran adalah warisan dari nenek moyang sehingga sifatnya social dan tergantung ras.
Jung lahir di Swiss, ayahnya adalah seorang pendeta dan unsure religius nantinya banyak berperan dalam pemkiran-pemikirannya. Ia belajar kedokteran di Universitas Basel, lulusan 1900. kemudian ia ditunjuk bekerja di klinik psikiatri Universitas Zurich tahun 1909. ia adalah ketua utama International Psychoanalitic Association tahun 1911. tahun 1914 ia mngundurkan diri dari posisinya tersebut dan mendirikan analytical Psychology. Pada tahun 1920an ia banyak melakukan ekspedisi lapangan ke Afrika dan Amerika Selatan sambil meneliti dan mengembangkan teorinya. Ekspedisi ini secara signifikan mempengaruhi teori-teorinya yang kental unsur budayanya. Tahun 1948 C.G Jung Institute didirikan di Zurich untuk mengembangkan teorinya dan teknik teapinya.
Jung menekankan pada aspek ketidaksadaran dengan konsep utamanya, collective unconcious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada peda seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconcious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatan buas, dan lain-lain. Collective unconcious menjadi dasar kepribadian manusia karena di dalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia.
Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype. Terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconciousness.
Evaluasi Jung:
Jung memasukkan unsure budaya dalam aliran psikoanalisa sehingga teorinya juga menjangkau bidang luas, seperti sejarah, seni dan lain-lain. Berdasarkan teori Jung, para ahli tes psikologi seperti Eysenck dan Cattell menyusun tes kepribadian setelah menguji validitas teori Jung secara statistic.
Prinsip dan Karakteristik Inti Terapi Psikodinamika
1. Konflik intrapsikis dan tak sadar sangat penting bagi perkembangan manusia.
2. Pertahanan berkembang dalam struktur internal untuk menghindari konsekuensi konflik ynag tidak menyenangkan; terapis mengeksplorasi berbagai upaya untuk menghindari topic-topik atau aktivitas-aktivitas yang menghalangi kemajuan terapi.
3. Psikopatologi berkembang terutama dari pengalaman masa kanak-kanak awal.
4. Representasi internal dari pengalaman diorganisasikan di seputar hubungan interpersonal denagn orang lain.
5. Diharapkan bahwa isu-isu dan dinamika-dinamika kehidupan yang signifikan akan muncul kembali dalam hubungan ynag dibentuk pasien denagn terapis, yang menghasilkan transferansi(perasaan terhadap terapis) kontratransferensi (persaan terapis terhadap pasien), yang masing-masing dapat bersifat positif atau negative.
6. Asosiasi bebas adalah metode utama untuk mengungkap konflik-konflik dan maslah-masalah internal, terutama melalui eksplorasi keinginan, mimpi, dan fantasi.
7. Interpretasinya difokuskan pada transferensi, mekanisme pertahanan, dan gejala-gejala saat ini, serta penyelesaian masalh-masalah ini.
8. Insight merupakan aspek sentral atau paling tidak sangat diharapkan untuk keberhasilan terapi, bukan hanya katarsis atau pengekspresian perasaan.
C. Kekurangan dan Kelebihan Pendekatan Psikodinamika
Pada teknik psikodinamika, meskipun sebagian psikoanalis terus mempraktikan psikoanalis tradisional dengan cara yang sama dengan Freud, Kelemahan psikoanalisis tradisonal yakni:
1. Bentuk yang lebih singkat dan kurang intensif
2. Klien dan treapis umunya duduk berhadapan
3. Terapis tidak memberikan interpretasi secara berkala, melainkan terlibat dalam pertukaran verbal yang lebih sering dengan klien.
Kelebihan psikodinamika (psikoanalitik/terapi psikodinamika)baru:
1. Bentuk penanganan yang lebih singkat dan murah atau lebih intensif
2. Bertujuan mengungkapkan motif-motif bawah sadar dan menghancurkan resistansi dan pertahanan psikologis
3. Fokusnya lebih pada hubungan klien
4. Terpinya membutuhkan dialog yang lebih terbuka dan eksplorasi langsung dari pertahanan klien dan transference disbanding bentuk tradisional.
A. Sejarah Psikologi Klinis
Selang waktu antara tahun 1896 dan 1946 merupakan tahun-tahun penting dalam Psikologi Klinis. Pada kurun waktu tersebut, praktik maupun wacana tentang psikologi klinis mendominasi wacana psikologi pada umumnya. Penggabungan istilah “psikologi” yang terkait dengan istilah “klinik” yang artinya tempat orang berobat, pertama kali dilakukan oleh L.Witmer (Arieti,1959 & Phares, 1993). Dari penggabungan ini dapat dilihat bahwa bidang terapan ini berpijak pada dua disiplin ilmu yang berbeda yakni psikologi akademik dan kedokteran. Psikologi Klinis adalah gabungan dari Psikologi Medis (yang merupakan perkembangan dari psikiatri), dan “University Clinicss” yang didirikan oleh L. Witmer yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari mental tests dan psikologi eksperimental, atau sering juga disebut psikologi “akademik”, psikologi sebagai ilmu.
Ditelisik dari sisi sejarah, psikologi klinis ditemukan oleh pria berkebangsaan Amerika, Lightner Witmer. Lightner Witmer pada tahun 1896 mendirikan Klinik Psikologis atau “Psychologocal Clinic” yang pertama di Universitas Pensylvania. Oleh karena itu, tahun 1896 dianggap sebagai tahun penemuan psikologi klinis sebagai profesi. Pada klinik ini tugas psikolog ialah memeriksa anak-anak yang mengalami kesulitan menerima pelajaran. Klinik psikologi pada waktu itu tidak bergerak seagai adan pel;ayanan bagi orang sakit atau orang-orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri. Di Universitas lain, pendirian klinik psikologis seperti itu kemusian bermunculan, antara lain klinik psikologi yang dibangun oleh Carl E. Seashore di Universitas IOWA. Pada tahun 1914 telah tercatat 19 klinik psikologi yang dibangun, dan jumlahnya meningkat tajam pada tahun 1935 hingga menjadi 87 buah klinik (Louttit, 1939).
Lighther Witmer merupakan alumni Universitas Pensylvannia tahun 1988. Witmer bekerja di program doktoral bidang psikologi bersama Wilhem Wundt di Leipzig. Setelah menyelesaikan program doktoralnya, dia langsung ditunjuk sebagai direktur laboratorium psikologi Universitas Leipzig.
Dimulai ketika ada seorang guru sekolah bernama Margareth Maguire yang meminta Witmer untuk membantu salah seorang muridnya- Charles Gilman- yang didiagnosa mengalami kesulitan dalam mengeja. Witmer kemudian menerima tawaran tersebut. Tak disangka, hal ini menghantarkan dia sebagai psikolog klinis pertama, dan pada saat yang sama, ia memulai usaha untuk mendirikan klinik psikologi pertama di dunia.
Pendekatan yang pertama kali dilakukan oleh Witmer adalah dengan assesmen (menilai) masalah Charles disusul menyusun rangkaian pengobatan yang tepat. Penilaian psikologis menunjukkan bahwa Charles mengalami kerusakan visual, baik dalam hal membaca dan masalah mengingat. Hal tersebut diberi istilah oleh Witmer dengan "amnesia verbal-visual, atau sekarang disebut disleksia. Witmer menggunakan tutorial yang intensif guna membantu si anak dalam mengenal kata tanpa terlebih dahulu mengejanya. Cara ini berhasil sehingga Charles bisa kembali normal membaca.
Tidak semua yang dilakukan oleh Witmer berpengaruh secara merata, artinya bisa diterapkan di segala umur, akan tetapi ada beberapa aspek klinis terbarunya yang diperuntukkan untuk pekerjaan klinis berikutnya:
1. Kebanyakan kliennya adalah anak-anak, perkembangan natural sejak Witmer menawarkan kursus tentang psikologi anak, telah mempublikasikan karyanya di jurnal pediatris, dan telah menarik minat guru yang memperhatikan masalah siswa mereka.
2. Rekomendasinya guna membantu para klien didasari oleh asesmen diagnostik
3. Dia tidak bekerja sendiri, akan tetapi dengan pendekatan tim yang merekrut anggotanya dari berbagai profesi, saling berkonsultasi dan berkolaborasi dalam kasus-kasus tertentu.
4. Ada penekanan yang jelas pada pencegahan masalah mendatang melalui diagnosa dan pengobatan awal.
5. Dia menekankan bahwa psikologi klinis harus dibangun di atas prinsip yang ditemukan atas dasar psikologi ilmiah.
Pada tahun 1897, ada klinik baru yang menawarkan kursus 4 pekan pada musim panas. Kursus ini menawarkan presentasi kasus, instruksi tes diagnosa, dan teknik demonstrasi pengobatan. Pada tahun 1900, sebanyak 3 anak per hari diberikan oleh staf klinis. Selama tahun akademik 1904-1905, Universitas Pensylvnia menawarkan program psikologi klinis di bawah pengawasan Witmer.
Akan tetapi, pengaruh klinik Witmer, sekolah, jurnal, dan pelatihan-pelatihan menjadi terbatas. Witmer merasa bahwa psikologi klinis berputar-putar saja, stagnan. Akan tetapi Witmer memiliki sedikit hal yang telah dilakukannya dan kemudian mengendalikannya. Itu semua disebabkan karena ia mengabaikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi di kemudian hari. Sebagai contoh, Witmer mengabaikan tes intelijensi Binet dan Skala Binet-Simon ketika keduanya diperkenalkan di Amerikan Serikat. Seperti tes Binet terdahulu, instrumen ini dirancang untuk mengukur proses mental yang rumit, bukan untuk mengukur mental biasa yang dilakukan oleh Witmer. Walaupun Binet mengingatkan bahwa alatnya tidak menyediakan pengukuran objektif keseluruhan intelijensi, tetapi tes Binet-Simon ini mencuri perhatian banyak kalangan. Henry H. Goddard dari Vineland (New Jersey) Training School pernah mendengar hal itu ketika dia berada di Eropa pada tahun 1908 dan membawa skala Binet-Simon ke U.S untuk melakukan asesmen kecerdasan anak yang menderita "feeble minded" di klinik yang telah ia bangun dua tahun sebelumnya. Popularitas translasi Goddard terhadap skala Binet-Simon dan revisi atas Lewis Terman pada tahun 1916 tumbuh begitu cepat di Amerika Serikat sehingga melampaui popularitas tes-tes intelijensi lain, termasuk alat tes Witmer. Skala Binet menyediakan fokusnya pada fungsi asesmen psikologi klinis yang sudah tidak lagi diurus sampai tahun 1910.
Selain itu, Witmer juga mengabaikan asesmen klinis orang dewasa, layanan yang digunakan ahli klinis lain guna memberikan pertolongan kepada para psikiater untuk mendiagnosa dan merencanakan perawatan kerusakan dan masalah lainnya. Malah, pengujian psikologis mental pada pasien di beberapa rumah sakit menjadi hal yang rutin dilakukan pada tahun 1907. Asesmen serupa dilakukan di penjara untuk membantu anggota agar bisa mengidentifikasikan narapidana yang terganggu mentalnya atau merencanakan program rehabilitasi.
Pada akhirnya Witmer tidak bergabung dengan ahli klinis lain dalam praktek psikoterapi atau dalam mengadopsi pendekatan Freudian dalam menangani kasus gangguan. Pendekatan Freud menjadi terkenal di kalangan psikologi melalui perkumpulan psikiater di rumah sakit jiwa serta melalui klinik bimbingan anak yang secara rutin mempekerjakan para psikolog. Pergerakan bimbingan anak di AS distimulasi oleh komite nasional tentang kesehatan mental, sebuah kelompok yang didirikan oleh mantan pasien jiwa, Clifford James, dan didukung oleh William James, psikolog Harvard, dan Adolf Meyer, psikolog kota yang paling menonjol. Dengan sokongan dana dari dermawan Henry Phips, komite tersebut bekerja demi memperbaiki perawatan penyakit mental dan untuk mencegah gangguan psikologis.
Klinik bimbingan pertama ditemukan di Chicago pada 1909 oleh seorang psikiater bernama William Healy. Dia mempunyai banyak kesamaan dengan Witmer. Hanya saja dia lebih fokus pada kasus-kasus perilaku menyimpang anak-anak yang disebabkan oleh otoritas sekolah, polisi atau pengadilan. Klinik Healy berlandaskan pada asumsi bahwa pelanggaran yang dilakukan anak kecil yang menderita penyakit mental yang harus ditangani sebelum hal tersebut menimbulakan masalah yang lebih serius. Kedua, pendekatan yang diambil oleh staf di klinik psikologi Healy di Chicago sngat dipenagruhi oleh teori psikodinamik Freud.
Pendekatan dinamik ini menerima dorongan yang kuat ketika pada tahun yang sama Healy membuka klinik, G. Stanley Hall, seorang psikolog, mengatur waktu Freud dan dua pengikutnya, Carl Jung dan Sandor Ferenczi, untuk mendiskusikan perayaan tahunan universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Acara dan materi yang digabungkan ini menjual psikoanalisis kepada psikolog Amerika (meskipun bukan pada Witmer, yang saat itu tidak hadir: Routh, 1996).
Kiblat psikolog menjadi berubah ke arah model Healy mengenai masalah psikologi klinis dan klinik bimbingan anak. Fakta ini sejalan dengan menyebarnya penggunaan tes intelijensi Binet, meninggalkan Witmer dengan background psikologi klinisnya. Tentu saja dia masih aktif, akan tetpi dia lebih fokus pada fungsi dan klien yang sudah lebih dulu ada, bergabung dengan psikologi sekolah, konseling kejuruan, terapi bicara, dan perbaikan pendidikan dengan menggunakan psikologi klinis.
Pada tahun 1946, barulah psikoterapi menjadi aktivitas profesional yang tetap bagi psikolog klinis. Sejak 1970-an, kebanyakan psikolog klinis melakukan kegiatan psikoterapi, sementara kegiatan asesmen atau diagnosis hanya menyita 10% saja dari keseluruhan waktu praktik yang digunakan.
Dalam kegiatan praktisnya, psikolog klinis lebih sedikit mirip psikolog pada umumnya dari pada pendeta atau manager persoalia atau dokter. Yang sama diantara mereka adalah evaluasi individu pada waktu dan pada perangkat lingkungan tertentu. Tugas utamanya adalah memahami individu secara lebih mendalam sebagai landasan untuk penanganan berikut keperluan tertentu yang telah dirancang.
Oleh karena psikologi klinis tidak mempunyai pendidikan dasar kedokteran, maka hak seorang psikolog klinis untuk memberikan psikoterapi sekiar tahun 1950-1980 seringkali dipermasalahkan. Istilah psikoterapi hanya dapat dilakukan oleh psikiaer. Ada pendidikan fomal yang biasanya dilakukan di universitas untuk tujuan memperoleh gelar, dan ada pendidikanpreaktik yang dilakukan dalam nstitusi untuk menujang ketrampilan-ketrampilan khusus yang terkait dengan psikologi dan asrsmen psikologik. Untuk pendidikan praktik, yang berperan penting ialah organisasi profesi.
Yap Kie Hien (1968) mengemukakan beberapa istilah lain untuk “Psikologi klinis.” Istilah-istilah ini tidak sepenuhnya memeliki arti yang sama karena tiap istilahmewakili aliran berbeda-beda. Istilah-istilah tersebut adalah psikopatologi, psikologi abnormal, psikologi medis, pato psikologi dan psikologi mental health.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa psikologi klinis mencakup nasesmen, intervensi dan penelitian. Di luar negri kemantapan psikologi klinis sebagai suatu profesi dalam praktik psikologi klinis didukung oleh organisasi profesi psikologi klinis, diterbitkan jurnal yang memuat penelitian-penelitian psikologi klinis, didirikannya program study untuk psikologi klinis yang didukung organisasi profesi dan lain-lain.
1. Psikologi Klinis di Tengah Perang Dunia II
Ketika Amerika memasuki PD I, militer dalam jumlah besar direkrut dan harus diklasifikasikan menjadi orang yang punya intelektual dan orang yang stabil psikologisnya. Tidak ada teknik yang digunakan untuk melakukan hal ini. Kemudian pihak militer meminta Robert Yerkes (yang kemudian menjadi presiden APA) untuk memimpin komite psikolog eksperimental yang berorientasi pada asesmen yang mengembankan pengukuran yang tepat. Untuk mengukur kemampuan mental, komite tersebut mengeluarkan tes intelejensi Army Alpha dan Army Betha, dan untuk membantu mendeteksi gangguan perilaku. Selain itu, ini juga merekomendasikan penemuan Psychoneurotic Robert Woodworth's. Pada tahun 1918, para psikolog telah mengevaluasi hampir 2 juta orang.
Ahli klinis menggunakan variasi yang lebih luas mengenai tes intelijensi untuk anak dan dewasa dan menambah pengukuran baru tentang kepribadian, minat, kemampuan khusus, emosi, dan perilaku. Mereka mengembangkan alat tes sendiri, sambil mengadopsi dari alat tes lain yang diambil dari psikiater Eropa yang orientasinya psikoanalisis. Beberapa tes yang familiar pada masa ini adalah Jung's Association Test (1919), Roschach Inkblot Test (1921), the Miller Analogies Test (1926), the Goodenough Draw-A-Man Test (1926), the Strong Vocationl Interest Test (1927), the Thematic Apperception Test (TAT) (1935), the Bender-Gestalt Test (1938), dan the Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (1939).
Pada tahun 1930, terdapat sekitar 50 klinik psikologi dan sedikitnya sekitar 12 klinik bimbingan anak di AS. Psikolog klinis dalam seting ini menyadari bahwa mereka sedang berurusan dengan dunia pendidikan, bukan dengan masalah psikiatris. Akan tetapi, perbedaan ini tumbuh lamban, secara perlahan, ahli klinis menambah fungsi perawatan pada asesmen mereka, training-training, dan alat-alat penelitian.
Pada 1930-an akhir, psikologi klinis tidak hanya dikenal sebagai profesi. Pada permulaan PD II, masih tidak terdapat program training untuk ahli klinis, hanya sedikit sekali yang menyelenggarakan program doktoral, M.A dan paling banyak pada program B.A. Untuk mendapatkan pekerjaan sebagai psikolog klinis, dibutuhkan beberapa keahlian tentang tes, psikologi abnormal, perkembangan anak, dan juga tertarik dengan orang banyak. Departemen-departemen psikologi Universitas enggan untuk mengembangkan program pascasarjana dalam psikologi klinis karena fakultas mereka mempertanyakan penerapan psikologi dan mereka khawatir dengan biaya pelatihan klinis yang cukup mahal.
Seluruh materi pokok psikologi klinis modern telah diadakan. Enam fungsinya – asesment, treatment, research, teaching, consultation, dan administrasi – sudah bermunculan. Psikologi klinis telah berkembang melalui klinik-klinik aslinya serta melalui rumah sakit, penjara dan setting-setting lainnya. Parktisinya pun pada saat itu bekerja dengan anak-anak dan orang dewasa.
2. Pasca Perang Dunia
Pasca perang dunia II pengenalan hukum psikologi klinis sebagai profesi tumbuh dengan baik. Pada masa pasca perang, hukum menyediakan lisensi atau sertifikasi bagi para ahli klinis yang punya kualifikasi tinggi, dan APA membuat grup sertifikat mandiri untuk mengidentifikasi individu yang telah mencicipi banyak pengalaman dan mengusai banyak keahlian.
Penelitian klinis juga meluas setelah PD II dan menghasilkan banyak kesimpulan negatif pada ketidakmanfaatan tes kepribadian, nilai keputusan diagnostik dibandingkan dengan keputusan yang statistik, dan efektifitas psikoterapi tradisional. Penelitian ini membuat ketidakpuasan terhadap metode standar penilaian klinis dan ini termotivasi oleh perkembangan pendekatan-pendekatan baru untuk merawat, termasuk pendekatan humanistik dan behavioral.
Pada tahun 1980, hampir seluruh yng berkaitan dengan psikologi klinis sebelum PD II telah berubah. Psikolog klinis sebelum PD merupakan ahli diagnosa yang kliennya adalah anak-anak. Setelah 1945, fungsi, setting, dan klien dari psikologi klinis berubah drastis. Sekarang, ahli klinis bisa menikmati jangkauan yang lebih luas tentang pendekatan teori dan alat-alat praktek untuk melakukan asesemen dan untuk merubah prilaku manusia.
3. Psikologi Klinis pada abad -21
Perjalanan sejarah psikologi klinis mengalami kemajuan pesat selama lebih dari 100 tahun, akan tetapi baik perkembangannya maupun pengujiannya belum sempurna. Ketika memasuki abad 21, psikologi klinis banyak menemui hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Termasuk cara melatih siswa, layanan yang disediakan ahli klinis, seting yang digunakan, cara pembayaran, dan teori yang membimbing mereka serta perawatan gangguan psikologis.
(Disarikan dari Nietzel et.al)
4. Perkembangan Psikologi Klinis di Indonesia
Di Indonesia sendiri pendidikan psikologi dipelopori oleh Slamet Iman Santoso. Pendidikan ini diharapkan dapat membentuk suatu lembaga yang mampu menempatkan the right man in the right place, karena pada masa itu banyak kejadian di mana orang-orang yang kurang kompeten menduduki posisi penting sehingga membuat keputusan yang salah
Awal dari pendidikan psikologi dilakukan di lembaga psikoteknik yang dipimpin oleh Teutelink yang kemudian menjadi program stiudy psikologi yang pernah bernaung di bawah brbagai fakultas di lingkungan Universitas Indonesia. Di Jakarta, mata kuliah filsafat dinaungi fakultas sastra; mata kulah statistik oleh fakultas ekonomi, dan mata kuliah faal oleh fakultas kedokteran.
Program studi psikologi kemudian pada tahun 1956-1960 menjadi jurusan psikologi pada fakultas kedokteran UI. Pada tahun 1960 psikologi menjadi fakultas yang berdiri sendiri di UI (Somadikarta et. Al. 2000). Kurikulm dan pelaksanaan program study psikologi dimulai sebelum tahun 1960, dibina oleh para pakar yang mendapat pendidikan Doktor (S3) dan Diploma dari negeri Belanda dan Jerman. Liepokliem mendirikan bagian klinis dan psikoterapi bertempat di barak I RSUP (RSCM). Yap Kie Hien mendirikan bagian psikologi eksperimen di salemba. Myra Sidharta mendirikan klinik bimbingan anak. Koestoer dan Moelyono memimpin bagian psikologi kejuruan dan perusahaan (sekarang psikologi industri dan organisasi) kemudian diperkuat oleh A.S.Munandar. bagian posikologi sosial dirintis oleh Marat kemudian dipimpin oleh Z.Joesoef. setelah kepergian Liepokliem ke Australia, bagian psikologi klinis dan psikoterapi berganti nama menjadi bagian psikologi klinis dan konseling dipimpin oleh Yap Kie Hien (1960-1969). Namun dengan adanya pengertian yang luas tentang psikologi klinis, maka nama bagian psikologi klinis-konseling berganti lagi menjadi bagian psikologi klinis.
Sejak tahun 1992, pendidikan akademik dan pendidikan profesi psikolog dipisahkan untuk memungkinkan sarjana psikologi meneruskan ke bidang lain yang mereka minati. Sebelumnya, sarjana psikologi adalah juga psikolog karena pendidikan praktik digabungkan pendidikan akademik. Sejak tahun 20200, suatu forum menyepakati bahwa prasyarat bagi pendidikan profesi psikolog – agar dapat melakukan praktik psikologi – adalah tingkat S2, namun hal itu baru diberlakukan di UI saja. Forum ini terdiri dari dekan-dekan Fakultas Psikologi – yang kini mencapai 20 Fakultas Psikologi negeri dan swasta – dan organisasi Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi).
Sejak 1994, psikolog yang berpraktik – artinya memberikan konsultasi psikologi, melakukan asesmen atau psikodiagnostik, dan melakukan konseling dan terapi – diwajibkan memiliki Izin Praktik Psikolog. Izin ini diperoleh setelah mereka memperoleh rekomendasi dari oeganisasi profesi – dulu Ikatan Sarjana Psikologi, sekarang Himpsi. Izin diterbitkan oleh Departemen Tenaga Kerja (1994-2000) dan rencananya akan dikeluarkan oleh Himpsi sendiri.
Di Indonesia pendidikan profesi spesialis psikologi klinis secara formal belum diadakan, padahal sebenarnya sudah cukup banyak pakar yang berpengalaman di berbagai bidang psikologi klinis seperti terapi tingkahlaku, family therapy, counseling. Upaya untuk membuka jalur pendidikan spesialistik-profesional semestinya didukung oleh organisasi profesi (ISPSI/HIMPSI) karena pihak pemerintah – yakni Direktorat Pendidikan Tinggi Dep. Pendidikan Naisonal – lebih mengutamakan pendidikan akademik S1, S2, dan S3.
B. Pendekatan Psikodinamika
Bentuk teori kepribadian dan terapi ini muncul dalam konteks medis dengan asumsi dasar bahwa klinisi menangani patologi. Freud menyebut pendekatan ini psikoanalisis, tetapi istilah psikodinamika lebih banyak digunakan karena dapat mencakup psikoanalisis dan berbagai macam pendekatan yang muncul berdasarkan pemikiran Freud, yang semuanya menekankan pada pentingnya ketidaksadaran. Kata dinamik dimaksudkan sebagai istilah psikologis yang paralel dengan dinamika fisik, yang berhubungan dengan berbagai kekuatan yang mengubah sebuag benda dari inertia (kelembaman ) dan equilibrium (kesetimbangan) yang terus –menerus. Psikoterapis psikodinamika tertarik dengan kekuatan-kekuatan perubahan, terutama emosi, insting, motif, dan konflik.
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia adalah bagian dari sistem enerji. Kunci utama untuk memahami manusia menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit. (Alwisol, 2005 : 3-4).
Adapun tokoh- tokoh pendekatan psikodinamika adalah
1. Sigmund Freud
Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis dapat dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari segi struktur, dinamika, dan perkembangannya.
Struktur Kepribadian
Menurut Freud (Alwisol, 2005 : 17), kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005 : 17).
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri. Ketiga unsur kepribadian tersebut dengan berbagai dimensinya disajikan dalam tabel berikut
a.
a. Das Es (the Id)
Menurut Freud, das Es berfungsi berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), munculnya dorongan-dorongan yang merupakan manifestasi das Es, adalah dalam rangka membawa individu ke dalam keadaan seimbang. Jika ini terpenuhi maka rasa puas atau senang akan diperoleh.
Das Es yang dalam bahasa Inggris disebut The Id adalah aspek kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Jadi das Es merupakan factor pembawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian yang berupa dorongan-dorongan instintif yang fungsinya untuk mempertahankan konstansi atau keseimbangan. Misalnya rasa lapar dan haus muncul jika tubuh membutuhkan makanan dan minuman. Dengan munculnya rasa lapar dan haus individu berusaha mempertahankan keseimbangan hidupnya dengan berusaha memperoleh makanan dan minuman..
b. Das Ich
Das Ich yang dalam bahasa Inggris disebut The Ego merupakan aspek kepribadian yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Freud, das Ich merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang fungsinya mengarahkan individu pada realitas atas dasar prinsip realitas (reality principle).
c. Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau the Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya normative. Menurut Freud das Ueber Ich terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu. Fungsi das Ueber Ich adalah:
1) Sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapat diterima masyarakat;
2) Mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral;
3) Mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi dengan conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa conscentia berkembang melalui internalisasi dari peri-ngatan dan hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
2. Alfred Adler
Tokoh yang mengembangkan teori psikologi individual adalah Alfred Adler (1870-1937), yang pada mulanya bekerja sama dengan dalam mengembangkan psikoanalisis. Karena ada perbedaan pendapat yang tidak bisa diselesaikan akhirnya Adler keluar dari organisasi psikoanalisis dan bersama pengikutnya dia mengembangkan aliran psikologi yang dia sebut Psikologi Individual (Idividual Psychology).
a. Konsep-konsep psychology individual
1) Menurut Adler manusia itu dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungab kepada orang lain.
2) Manusia, menurut Adler, merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya.
b. Dua dorongan pokok
1) Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
2) Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
3) Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan diri sendiri.
c. Perjuangan menjadi sukses atau ke arah superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya.
d. Gaya hidup (style of life)
Menurut Adler setiap orang memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
e. Minat sosial (social interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pem,abuk, anak bermasalah, dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
3. Carl Gustav Jung
Dikenal mengmbangkan Analytical Psychology. Sebagai murid Freud, Jung juga mengajukan keberatan terhadap beberapa konsep utama Freud yang menyebabkan hubungan keduanya renggang dan retak. Perbedaan utama Jung dan Freud terletak pada pandangan mereka tentang ketidak sadaran. Meskipun keduanya menekankan ketidaksadaran sebagai penentu perilaku menusia (bahkan Jung lebih kuat dalam hal ini) tapi mereka berbeda posisi tentang asal ketidaksadaran ini. Freud mengatakan bahwa unsure seksual adalah factor utama dan dominant dalam ketidaksadaran, sementara Jung sangat tidak setuju dengan pandangan ini dan menyatakan bahwa sumber ketidaksadaran adalah warisan dari nenek moyang sehingga sifatnya social dan tergantung ras.
Jung lahir di Swiss, ayahnya adalah seorang pendeta dan unsure religius nantinya banyak berperan dalam pemkiran-pemikirannya. Ia belajar kedokteran di Universitas Basel, lulusan 1900. kemudian ia ditunjuk bekerja di klinik psikiatri Universitas Zurich tahun 1909. ia adalah ketua utama International Psychoanalitic Association tahun 1911. tahun 1914 ia mngundurkan diri dari posisinya tersebut dan mendirikan analytical Psychology. Pada tahun 1920an ia banyak melakukan ekspedisi lapangan ke Afrika dan Amerika Selatan sambil meneliti dan mengembangkan teorinya. Ekspedisi ini secara signifikan mempengaruhi teori-teorinya yang kental unsur budayanya. Tahun 1948 C.G Jung Institute didirikan di Zurich untuk mengembangkan teorinya dan teknik teapinya.
Jung menekankan pada aspek ketidaksadaran dengan konsep utamanya, collective unconcious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada peda seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconcious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatan buas, dan lain-lain. Collective unconcious menjadi dasar kepribadian manusia karena di dalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia.
Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype. Terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconciousness.
Evaluasi Jung:
Jung memasukkan unsure budaya dalam aliran psikoanalisa sehingga teorinya juga menjangkau bidang luas, seperti sejarah, seni dan lain-lain. Berdasarkan teori Jung, para ahli tes psikologi seperti Eysenck dan Cattell menyusun tes kepribadian setelah menguji validitas teori Jung secara statistic.
Prinsip dan Karakteristik Inti Terapi Psikodinamika
1. Konflik intrapsikis dan tak sadar sangat penting bagi perkembangan manusia.
2. Pertahanan berkembang dalam struktur internal untuk menghindari konsekuensi konflik ynag tidak menyenangkan; terapis mengeksplorasi berbagai upaya untuk menghindari topic-topik atau aktivitas-aktivitas yang menghalangi kemajuan terapi.
3. Psikopatologi berkembang terutama dari pengalaman masa kanak-kanak awal.
4. Representasi internal dari pengalaman diorganisasikan di seputar hubungan interpersonal denagn orang lain.
5. Diharapkan bahwa isu-isu dan dinamika-dinamika kehidupan yang signifikan akan muncul kembali dalam hubungan ynag dibentuk pasien denagn terapis, yang menghasilkan transferansi(perasaan terhadap terapis) kontratransferensi (persaan terapis terhadap pasien), yang masing-masing dapat bersifat positif atau negative.
6. Asosiasi bebas adalah metode utama untuk mengungkap konflik-konflik dan maslah-masalah internal, terutama melalui eksplorasi keinginan, mimpi, dan fantasi.
7. Interpretasinya difokuskan pada transferensi, mekanisme pertahanan, dan gejala-gejala saat ini, serta penyelesaian masalh-masalah ini.
8. Insight merupakan aspek sentral atau paling tidak sangat diharapkan untuk keberhasilan terapi, bukan hanya katarsis atau pengekspresian perasaan.
C. Kekurangan dan Kelebihan Pendekatan Psikodinamika
Pada teknik psikodinamika, meskipun sebagian psikoanalis terus mempraktikan psikoanalis tradisional dengan cara yang sama dengan Freud, Kelemahan psikoanalisis tradisonal yakni:
1. Bentuk yang lebih singkat dan kurang intensif
2. Klien dan treapis umunya duduk berhadapan
3. Terapis tidak memberikan interpretasi secara berkala, melainkan terlibat dalam pertukaran verbal yang lebih sering dengan klien.
Kelebihan psikodinamika (psikoanalitik/terapi psikodinamika)baru:
1. Bentuk penanganan yang lebih singkat dan murah atau lebih intensif
2. Bertujuan mengungkapkan motif-motif bawah sadar dan menghancurkan resistansi dan pertahanan psikologis
3. Fokusnya lebih pada hubungan klien
4. Terpinya membutuhkan dialog yang lebih terbuka dan eksplorasi langsung dari pertahanan klien dan transference disbanding bentuk tradisional.
Studi: Mayoritas Remaja AS Suka Mencuri, Berbohong dan Menyontek
Studi: Mayoritas Remaja AS Suka Mencuri, Berbohong dan Menyontek
Bagi Remaja Amerika Serikat berbohong, mencuri dan menyontek merupakan hal biasa, perilaku tersebut mencapai “tingkat yang mengejutkan”, demikian hasil studi atas hampir 30.000 siswa sekolah menengah Senin.
Sikap dan prilaku sebanyak 29.760 siswa sekolah menengah di seluruh Amerika Serikat menjadi tanda yang tak bagus bagi masa depan ketika para pemuda itu menjadi orang tua, jenderal, wartawan, staf eksekutif perusahaan, polisi dan dan politikus generasi mendatang, kata lembaga nirlaba Josephson Institute.
Dalam “2008 Report Card on the Ethics of American Youth”, organisasi yang berpusat di Los Angeles tersebut menyatakan jawaban para remaja itu atas pertanyaan mengenai berbohong, mencuri dan menyontek mengungkapkan kebiasaan mengenai ketidakjujuran yang berakar pada tenaga kerja masa depan.
Anak laki-laki didapati berbohong dan mencuri lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Secara keseluruhan, 30 persen siswa mengaku mereka mencuri dari satu toko dalam waktu satu tahun terakhir, naik dua persen dari 2006.
Lebih dari sepertiga anak laki-laki (35 persen) mengatakan mereka telah mencuri barang, sedangkan anak perempuan yang mencuri berjumlah 26 persen.
Mayoritas besar, 83 persen, siswa sekolah agama swasta dan sekolah negeri mengaku mereka berbohong pada orang-tua mereka mengenai sesuatu yang penting, dibandingkan dengan 78 persen siswa sekolah nonagama yang independen.
“Menyontek di sekolah terus merebak dan bertambah parah,” kata studi tersebut. Di antara mereka yang ditanyai, 64 persen mengatakan mereka telah menyontek dalam tes, dibandingkan dengan 60 persen pada 2006. Dan 38 persen menyatakan mereka telah melakukannya dua kali atau lebih.
Kendati tak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok dalam masalah menyontek saat ujian, siswa dari sekolah independen nonagama memiliki angka menyontek paling rendah, 47 persen, dibandingkan dengan 63 persen siswa yang belajar di sekolah agama.
Studi itu memperingatkan, “Jumlah ini memang buruk, dan tampaknya menggarisbawahi tingkat ketidakjujuran yang diperlihatkan oleh kaum muda Amerika.”
Lebih seperempat siswa (26 persen), katanya, mengakui mereka telah berbohong setidaknya satu atau dua kali mengenai pertanyaan jajak pendapat tersebut.
“Meskipun tingkat ketidakjujuran ini tinggi, anak-anak ini memiliki citra-diri yang juga tinggi ketika sampai pada masalah etika,” katanya.
Sebanyak 93 persen siswa menyampaikan kepuasan dengan etika dan watak mereka sendiri, dan 77 persen mengatakan, “Ketika sampai pada masalah melakukan apa yang benar, saya lebih baik dibandingkan dengan yang diketahui kebanyakan orang,” (rpb/fani).
www.ilmupsikologi.com
Bagi Remaja Amerika Serikat berbohong, mencuri dan menyontek merupakan hal biasa, perilaku tersebut mencapai “tingkat yang mengejutkan”, demikian hasil studi atas hampir 30.000 siswa sekolah menengah Senin.
Sikap dan prilaku sebanyak 29.760 siswa sekolah menengah di seluruh Amerika Serikat menjadi tanda yang tak bagus bagi masa depan ketika para pemuda itu menjadi orang tua, jenderal, wartawan, staf eksekutif perusahaan, polisi dan dan politikus generasi mendatang, kata lembaga nirlaba Josephson Institute.
Dalam “2008 Report Card on the Ethics of American Youth”, organisasi yang berpusat di Los Angeles tersebut menyatakan jawaban para remaja itu atas pertanyaan mengenai berbohong, mencuri dan menyontek mengungkapkan kebiasaan mengenai ketidakjujuran yang berakar pada tenaga kerja masa depan.
Anak laki-laki didapati berbohong dan mencuri lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Secara keseluruhan, 30 persen siswa mengaku mereka mencuri dari satu toko dalam waktu satu tahun terakhir, naik dua persen dari 2006.
Lebih dari sepertiga anak laki-laki (35 persen) mengatakan mereka telah mencuri barang, sedangkan anak perempuan yang mencuri berjumlah 26 persen.
Mayoritas besar, 83 persen, siswa sekolah agama swasta dan sekolah negeri mengaku mereka berbohong pada orang-tua mereka mengenai sesuatu yang penting, dibandingkan dengan 78 persen siswa sekolah nonagama yang independen.
“Menyontek di sekolah terus merebak dan bertambah parah,” kata studi tersebut. Di antara mereka yang ditanyai, 64 persen mengatakan mereka telah menyontek dalam tes, dibandingkan dengan 60 persen pada 2006. Dan 38 persen menyatakan mereka telah melakukannya dua kali atau lebih.
Kendati tak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok dalam masalah menyontek saat ujian, siswa dari sekolah independen nonagama memiliki angka menyontek paling rendah, 47 persen, dibandingkan dengan 63 persen siswa yang belajar di sekolah agama.
Studi itu memperingatkan, “Jumlah ini memang buruk, dan tampaknya menggarisbawahi tingkat ketidakjujuran yang diperlihatkan oleh kaum muda Amerika.”
Lebih seperempat siswa (26 persen), katanya, mengakui mereka telah berbohong setidaknya satu atau dua kali mengenai pertanyaan jajak pendapat tersebut.
“Meskipun tingkat ketidakjujuran ini tinggi, anak-anak ini memiliki citra-diri yang juga tinggi ketika sampai pada masalah etika,” katanya.
Sebanyak 93 persen siswa menyampaikan kepuasan dengan etika dan watak mereka sendiri, dan 77 persen mengatakan, “Ketika sampai pada masalah melakukan apa yang benar, saya lebih baik dibandingkan dengan yang diketahui kebanyakan orang,” (rpb/fani).
www.ilmupsikologi.com
Langganan:
Postingan (Atom)