Kamis, 04 November 2010

TUNAGRAHITA

                                      TUNA GRAHITA                
A.     A. PENDAHULUAN
Pendidikan ialah salah satu hal penting bagi manusia. Bentuk pendidikan bisa secara akademik atau non akademik. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini. Mulai dari Program Wajar (wajib belajar) Sembilan Tahun sampai Wajar Dua Belas Tahun. Pembagian beasiswa dalam dan luar negeri pun termasuk dalam salah satu program pemerintah.
Adanya UU tentang pendidikan memberikan garis tebal bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara merata dan tanpa pengecualian. Sekolah negeri, sekolah swasta, bahkan sekolah luar biasa (SLB) menjadi tempat formal untuk mendapatkan pendidikan.Berbicara tentang SLB, tidak akan lepas dari keberadaan anak luar biasa (ABK). ABK ialah anak yang memiliki grafik perkembangan yang berbeda dari anak normal. Grafik tersebut bisa naik dan turun. Ada beberapa kategori ABK diantaranya Tunagrahita, Tunawicara, Tunarungu, Tunalaras, Tunanetra, Tunadaksa, Anak berkesulitan belajar, dan anak yang terlampau pintar.
Diantara kategori ABK tersebut, yang akan kita bahas lebih lanjut adalah Tunagrahita. Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat.
Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu: mereka yang ber IQ 70 ke bawah menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ antara 71 – 85 termasuk runagrahita borderline (Brown) et. Al., 1996).
Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawah. Hallahan, 1988, mengestimasikan jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %. Namun pada tahun 1984, Annual Report to Congress menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelompok usia sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2 % X 48.100.548 orang = 962.011 orang.

B.     PENGERTIAN
Tunagrahita berasal dari kata tuna berarti merugi dan grahita berarti pikiran. Istilah lain dari tunagrahita sbb:
1.      Lemah fikiran(feeble-mended).
2.      Terbelakang mental(Mentally Rataeded).
3.      Bodoh atau dungu (idiot).
4.      Pandir (imbecile).
5.      Tolol(moron).
6.      Oligofrenia (oligophrenia).
7.      Mampu Didik (Educable).
8.      Mampu Latih (Trainable).
9.      Ketergatungan penuh (Totally Dapendent) butuh rawat.
10.  Mental Subnormal.
11.  Defiksi Mental.
12.   Defisik kognitif.
13.   Cacat Mental.
14.   Defisiensi Mental.
15.  Gangguan Intelektual.
Sedangkan pengertian tunagrahita adalah
1.      Menurut   American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan:
a.       yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes.
b.      yang muncul sebelum usia 16 tahun.
c.       yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
2.       Menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
a.       Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.
b.      Kekurangan dalam perilaku adaptif.
c.       Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
C.     KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Ada beberapa pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran antara lain :
1.      Menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
a.       Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
b.      Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara kademik.
c.       Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus menerus.
2.      Menurut B3PTKSM (p. 26) sebagai berikut:
a.       Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow learner) dengan IQ 70 – 85.
b.      Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75.
c.       Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 55.
d.      Tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 30.
3.      Penggolongan Tunagrahita secara Medis-Biologis menurut Roan, 1979, dalam B3PTKSM (p. 25) sebagai berikut:
a.       Retardasi mental taraf perbatasan(IQ: 68 – 85)
b.      Retardasi mental ringan (IQ: 52 – 67).
c.       Retardasi mental sedang (IQ: 36 – 51).
d.      Retardasi mental berat (IQ: 20 – 35).
e.       Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 20); dan
f.        Retardasi mental tak tergolongkan.
4.      Penggolongan Tunagrahita secara Sosial-Psikologis terbagi 2 (dua) kriteria yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif.
Ada 4 (empat) taraf Tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 1979, dalam B3PTKSM, p. 26), yaitu:
a.       Retardasi mental ringan (mild mental retardation) dengan IQ 55 – 69.
b.      Retardasi mental sedang (moderate mental retardation) dengan IQ 40 –54.
c.       Retardasi mental berat (severe mental tetardation) dengan IQ: 20 – 39.
d.      Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation) dengan IQ 20 kebawah.
Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu:
a.       Ringan
Biasa disebut dengan moron atau debil, memiliki IQ antara 68 – 52 tetapi menurut skla wecshler ( WISC ) IQ tuna grahita ringan antara 69 – 55 yang kemapuannya masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
b.      Sedang
Biasa disebut imbisil, menurut Binet memilki IQ antara 51 – 36 sedangkan menurut WISC IQ nya antara 54 – 40. Penderita tuna grahita sedang dapat mengurus dirinya sendiri misalnya melindungi diri sendiri dari bahaya seperti kebakaran, hujan, ataupun berjalan di jalan raya.
c.       Berat
Biasa disebut idiot, kelompok tuna grahita ini dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu tuna grahita berat dan tuna grahita sangat berat. Kemapuan intelegensi tuna grahita berat antara 32 – 30 menurut Binet sedangkan menurut WISC antara 39 – 25,
d.      Sangat Berat.
IQ tuna grahita sangat berat adalah < dari 19 menurut Binet, sedangkan menurut WISC adalah < dari 24.
5.      Secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:
a.       Sindroma Down/mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan geligi kurang baik.
b.      Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar.
c.       Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).


D.    KARAKTERISTIK
Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (1991) Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486, 1996 menyatakan:
1.      Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2.      Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3.      Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat.
4.      Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak denga tunagrahita berat mempunyai ketebatasab dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangatsederhana, sulit menjangkau sesuatu , dan mendongakkan kepala.
5.      Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti: berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6.      Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahta ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak meakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7.      Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dll.

E.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      Genetik.
a.       Kerusakan/Kelainan Biokimiawi.
b.      Abnormalitas Kromosomal (chromosomal Abnormalities).
c.       Anak tunagrahita yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memiliki IQ 30 – 50.
2.      Pada masa sebelum kelahiran (pre-natal).
a. Infeksi Rubella (Cacar)
b. Faktor Rhesus (Rh)
3.      Pada saat kelahiran (perinatal)
Retardasi mental/tunagraita yang disebabkan olek kejadian yang terjadi pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir rematur.
4.      Pada saat setelah lahir (post-natal)
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya: Meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi misalnya: kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita.
5.      Faktor sosio-kultural.
Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.
6.      Gangguan Metabolisme/Nutrisi.
a. Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino,yaitu
   gangguan pada enzym Phenylketonuria.
b. Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccharide dalam hati
   limpa kecil,  dan otak.
c. Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena
    defisiensi yodium.
Secara umum, Grossman(1973), dalam B3PTKSM (p. 24) menyatakan penyebab tunagrahita akibat dari:
1. infeksi dan/atau intoxikasi,
2. rudapaksa dan/atau sebab fisk lain,
3. gangguan metabolisma, pertumbuhan atau gizi (nutrisi),
4. penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal),
5. akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak
   diketahui,
6. akibat kelainan kromosomal,
7. gangguan waktu kehamilan (gestational disorders),
8. gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik
   disorders),
9. pengaruh-pengaruh lingkungan, dan
10. kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan

F.      LAYANAN PENDIDIKAN (PENANGANAN)
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1.      Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.      Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
3.      PendidikanTerpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4.      Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5.      Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
6.      Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal:
1. dan komunikasi
2. Bina diri dan kemampuan sosial Pengenalan diri
3. Sensori motor dan persepsi
4. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
5. Kemampuan berbahasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar